Press "Enter" to skip to content

Hasil Sidang Pastoral 2023 Keuskupan Ruteng

HASIL SIDANG PASTORAL POST NATAL KEUSKUPAN RUTENG

TAHUN PASTORAL EKONOMI BERKELANJUTAN:
SEJAHTERA, ADIL, DAN EKOLOGIS ( EKONOMI SAE)
“KIRANYA KEADILAN BERMEKARAN DAN KEMAKMURAN BERLIMPAH)” (MZM.72:7)
(WAE LENGKAS-RUTENG, 9—12 JANUARI 2023)

Pendahuluan
1. “Kamu harus memberi mereka makan!” (Mrk. 6:37). Imperasi Yesus kepada para rasul ini berlaku juga untuk murid-murid-Nya, dalam persekutuan Gereja Keuskupan Ruteng. Dewasa ini kita juga dipanggil untuk memenuhi kebutuhan umat secara holistik baik dalam aspek rohani maupun jasmani. Kesadaran mendalam akan panggilan dan perutusan Yesus ini dalam konteks kemiskinan, penderitaan, dan kebutuhan umat yang integral ini menjadi penggerak fokus refleksi dalam Sidang Pastoral Post-Natal Gereja Partikular (Lokal) Keuskupan Ruteng, yang berlangsung di Wae Lengkas, 9—12 Januari 2023.

2. Dalam spirit Episcopal Uskup Ruteng, “Omnia in Caritate”, kami 237 pelayan pastoral yang terdiri atas Uskup Ruteng, para anggota Kuria Keuskupan, para Pastor Paroki dan Pastor Rekan, para utusan Dewan Pastoral Paroki, para pimpinan lembaga serta tarekat yang berkarya di Keuskupan Ruteng, wakil pemerintah dari tiga kabupaten (Manggarai Raya), membahas tema pastoral tahun 2023: “Tahun Ekonomi Berkelanjutan: Sejahtera, Adil, dan Ekologis”. Tema ini merupakan tema tahun kedelapan dalam konteks “jalan bersama” Sinode III Keuskupan Ruteng dan masih berkaitan dengan apa yang menjadi fokus implementasi Sinode III tahun ketujuh yakni “Tahun Pastoral Pariwisata Holistik 2022” yang menekankan dimensi Berpartisipasi, Berbudaya, dan Berkelanjutan.

3. Metode yang kami pakai dalam Sidang Pastoral ini melewati tiga tahap yakni Melihat, Menimbang, dan Memutuskan (3M). Pada tahap melihat kami berupaya mengevaluasi implementasi Pastoral Pariwisat Holistik 2022 dan membaca konteks kehidupan sosial ekonomi Manggarai raya. Pada tahap Menimbang, kami mendengar berbagai input dari perspektif biblis-teologis, etis, ekonomis, dan sosial yang disampaikan para narasumber dan selanjutnya berdiskusi untuk menentukan gagasan-gagasan pokok dalam strategi Pastoral. Selanjutnya, pada tahap Memutuskan kami menentukan dan merumuskan berbagai program strategis untuk mewujudkan perubahan-perubahan pastoral dalam kehidupan ekonomi umat Allah Keuskupan Ruteng.

Evaluasi Pastoral Pariwisata Holistik 2022
4. Sebelum menjalankan Tahun Ekonomi Berkelanjutan 2023, kami mengadakan evaluasi atas Tahun Pastoral Pariwisata Holistik 2022. Dari evaluasi kami mengetahui bahwa perubahan atau target pastoral (outcome) sungguh-sungguh tercapai walau dengan capaian yang bervariasi untuk masing-masing paroki. Kami melihat para pelayan pastoral dapat mendesain dan mengorganisasi gerakan pastoral pariwisata holistik yang berpartisipasi, berbudaya, dan berkelanjutan. Demikian juga Umat Allah Keuskupan Ruteng semakin menyadari, termotivasi, dan terlibat dalam berbagai program dan gerakan Pariwisata Holistik.

5. Dengan berfokus pada pastoral pariwisata holistik selama tahun 2022, Gereja Keuskupan Ruteng telah menampilkan dirinya sebagai “Gereja pintu-pintu terbuka” (EG 49), yakni: Gereja yang berjalan ke luar sampai ke batas-batas untuk merangkul semua orang miskin, sengsara, dan “semua orang yang berkehendak baik”. Gereja yang tidak hanya berpuas diri dengan melayani secara rutin tujuh sakramen, tetapi melalui pastoral pariwisata holistik sungguh berupaya menjadi “sakramen penyelamatan Kristus” (LG 1) dan “ ingin terlibat dalam tangis dan kegirangan dunia” (bdk. GS 1).

6. Program-program pastoral pariwisata holistik (output) telah sungguh-sungguh membumi dan menjawab kebutuhan konkret umat dan turut membaharui kehidupan masyarakat. Program pariwisata rohani seperti ziarah dan prosesi, program pengembangan sosial ekonomi dalam fasilitasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) paroki, program pariwisata sosial budaya seperti pentas seni lokal yang memukau, dan program pariwisata alam berupa promosi keindahan situs wisata alam, semuanya telah mendorong dinamika pastoral yang tergurat dalam kalbu umat. Demikian pula Festival Golo Koe, Festival Golo Curu, Perayaan Hari Pariwisata Internasional di Rekas bergaung megah dan mulia ke segenap antero, serta meninggalkan jejak-jejak narasi yang tidak pernah berakhir.

Konteks Pastoral Ekonomi Berkelanjutan: Sejahtera, Adil, dan Ekologis (SAE) 2023

7. Sebelum menentukan program “Pastoral Ekonomi Berkelanjutan SAE” di Keuskupan Ruteng, kami mencermati konteks sosio-demografis, sosio-budaya, sosio-politik, dan sosio-ekonomi masyarakat Nuca Lalé yang menjadi basis data dan realitas yang menentukan reksa pastoral.

8. Secara sosio-demografis, hal yang penting untuk menentukan reksa pastoral ekonomi SAE adalah gambaran data umat seperti jumlah, tempat tinggal, jenis kelamin, usia, status pernikahan, status single parent, status pendidikan, kategori pekerjaan, kategori pendapatan, dan status difabel. Data demografi memperlihatkan realitas objektif yang menjadi titik pijak pastoral yang kontekstual. Pertama, jumlah umat Katolik Keuskupan Ruteng yang besar (647.492, belum termasuk 5 paroki) yang menjadi potensi kekuatan ekonomi. Kedua, tingkat pendidikan sebagian besar yang masih rendah, dan karena itu berakibat pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Ketiga, pertanian dan peternakan (tradisional) menjadi pekerjaan sebagian besar umat. Keempat, pendapatan mayoritas umat yang berada di bawah garis Upah Minimum Regional (UMR). Kelima, adanya kelompok rentan (perempuan, janda, anak-anak, kaum berkebutuhan khusus, Orang Dengan Gangguan Jiwa [ODGJ], Tenaga Kerja Indonesia [TKI]). Keenam, dari segi usia, sebagian besar umat berusia muda.

9. Dari segi sosio-budaya, tanah Nuca Lalé masih dipengaruhi budaya tradisional Manggarai. Unsur budaya lokal yang mendukung pastoral ekonomi berkelanjutan adalah solidaritas, kerja keras (dempul wuku, tela toni; to’o gula, we’é mané), gotong-royong (lélés, dodo, julu), kebersamaan dan kesatuan (nai ca anggit tuka ca léléng), ritus-ritus, seperti penti yang menekankan penghormatan terhadap lingkungan hidup dan menumbuhkan religiositas dan kearifan lokal pada berbagai dimensi kehidupan.

10. Selain hal positif, dalam budaya Manggarai terdapat juga hal negatif seperti budaya patriakal yang tidak adil terhadap kaum perempuan, sikap bergantung, dan cenderung mengeksploitasi yang lain, seperti kebiasaan sida/keboro, bélis (paca), bantang asé-ka’é yang berlebihan, mentalitas malas (ngondé), pasrah pada nasib, dan mental tidak mau berubah (ného nggo’o muing mosé dité).

11. Selain budaya tradisional, budaya modern, dan post Modern yang ditandai oleh revolusi digital teknologi informasi juga mempengaruhi kehidupan umat beriman di tanah Congka Saé. Hal positif yang mendukung karya pastoral adalah sikap inovatif dan kreatif, investasi dan persaingan yang menciptakan lapangan kerja baru, tata kelola yang rasional dan sistematis, kemajuan transportasi, komunikasi, dan pendidikan. Sebaliknya, budaya modern sering juga berdampak negatif seperti gaya hidup boros (pesta), hedonis, materialis, dan konsumtif. Hal ini terutama dipengaruhi iklan yang mendorong orang untuk lebih melayani keinginan daripada harus memenuhi apa yang menjadi kebutuhan. Selanjutnya teknologi digital mengakibatkan kehidupan manusia yang bergerak cepat, tetapi dangkal, dan hanya terpukau pada penampilan luar dan kemasan indah (cashing).

12. Dari segi sosio-politik, umat Allah Keuskupan Ruteng tersebar pada tiga wilayah administratif kabupaten, yakni Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur. Kerjasama jejaring yang intensif dan konstruktif dengan pemerintah dari tingkat desa/kelurahan sampai tingkat kabupaten menjadi kekuatan pastoral. Di tingkat kabupaten, hal ini ditandai juga dengan nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerjasama (PKS). Berbagai program kerjasama juga telah dilakukan antara pemerintah dan Gereja. Namun, kerjasama ini sering terhambat karena kepentingan politik, birokrasi, pola ekonomi nasional dan global.

13. Secara sosio-ekonomis, Nuca Lalé memiliki tanah yang subur, curah hujan tinggi, dan suplai air yang cukup. Demikian juga alam, flora, fauna, dan budaya yang unik dan indah menjadi atraksi/daya tarik pariwisata dan meningkatkan kehidupan ekonomi. Namun, hal-hal ini belum dikelola dengan maksimal. Paparan data demografis tersebut memperlihatkan bahwa sebagian umat Keuskupan Ruteng, di wilayah Manggarai Raya masih berekonomi lemah dan hidup miskin (21,63 %, data BPS NTT 2021). Hal ini disebabkan baik secara personal (malas, SDM rendah, kurang bermotivasi, dan kurang kreatif), maupun struktural (sosio-budaya, sosio-politik, dan terutama sosio-ekonomis).

14. Arus deras kapitalisme yang menyebar ke mana-mana melalui proses globalisasi, memang mengakibatkan kemajuan, namun hal ini lebih banyak dinikmati oleh perusahaan multi nasional dan pemilik modal besar. Proses globalisasi ini pada kenyataannya telah menimbulkan pemiskinan terhadap kelompok masyarakat yang lemah dan rentan, dan perusakan lingkungan hidup (sampah dan limbah, penebangan hutan, galian material C secara serampangan, dan penggunaan pupuk kimia).

15. Fenomena sosial ekonomi yang memprihatinkan ini tampak paling jelas dalam dunia pertanian yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat Manggarai Raya (80%). Kondisi umum pertanian Manggarai Raya ditandai oleh produksi dan produktivitas yang rendah serta kualitas dan daya saing produk yang rendah. Hal ini diakibatkan oleh lemahnya SDM petani, penerapan teknologi pertanian yang rendah, modal sedikit, kepemilikan lahan yang kecil, alih fungsi lahan, dan terutama ketergantungan yang tinggi pada pupuk anorganik dan pestisida.

Dasar Biblis-Teologis Pastoral Ekonomi Berkelanjutan: SAE

16. Setelah membaca berbagai konteks, kami menggali dasar-dasar biblis-teologis keterlibatan Gereja dalam kehidupan ekonomi. Keterlibatan Gereja dalam pastoral ekonomi berkelanjutan SAE bertolak dari karya penciptaan Allah; Allah yang mencipta segalanya “baik adanya” (Kej. 1), telah menugaskan manusia untuk menggunakan dan merawat alam semesta sesuai kehendak-Nya (bdk. Kej. 2:16—17;1: 26—30; Keb. 9:2—3). Bekerja (aktivitas ekonomis) adalah tugas dasar Pencipta yang diberikan kepada manusia ciptaan-Nya. Dengan itu, tindakan ekonomi sesungguhnya merupakan wujud partisipasi manusia terhadap karya penciptaan Allah.

17. Keterlibatan Gereja dalam dunia ekonomi juga memiliki dasar inkarnatoris. Peristiwa Logos menjadi daging, verbum caro incarnatum est, merupakan integrasi hal yang ilahi-manusiawi, yang rohani-jasmani dalam kehidupan manusia (Yoh. 1:14). Dalam kehidupan manusia dengan segala aspek materialnya, Allah hadir secara penuh dan utuh. Materi (jasmani/daging) bukanlah sesuatu yang jahat dan buruk, karena Sang Sabda sungguh menjadi daging dalam diri Yesus Kristus. Justru dalam ruang dan waktu, termasuk dalam tata ekonominya Allah yang abadi memasuki kehidupan di tengah dunia.

18. Ekonomi berhubungan erat dengan Kerajaan Allah yang merupakan pemakluman kehadiran-Nya dalam hidup manusia yang utuh dan menyeluruh di tengah dunia ini. Hal ini tampak dalam tindakan Yesus menyembuhkan yang sakit dan mengenyangkan yang lapar. Yesus juga tidak menolak kemakmuran hidup, tetapi yang diingatkan Yesus adalah keterikatan dan kelekatan pada barang duniawi yang membutakan manusia terhadap kehadiran Allah (bdk. Mat. 6:24; 13:22). Kitab Suci menegaskan karakter holistik Kerajaan Allah yang membarui dunia termasuk dimensi ekonomisnya. Jadi, pengembangan sosial ekonomi demi kesejahteraan umat manusia dan perdamaian dunia merupakan bentuk nyata partisipasi umat Kristiani dalam mengembangkan Kerajaan Kristus di tengah sejarah (GS 72). Kerajaan Allah menyata di tengah dunia ini jika orang miskin dan sengsara mengalami keadilan sosial yang diperjuangkan (KASG 325).

19. Penebusan Kristus (aspek soteriologis) tidak saja terjadi di masa depan, tetapi juga telah dimulai dalam kehidupan sekarang di tengah dunia ini (hic et nunc). Karena itu, penebusan Kristus meliputi manusia yang holistik dengan aspek rohani-jasmaninya. Karya penebusan Kristus di salib meliputi diri manusia seutuhnya. Karena itu, Dia bangkit dengan jiwa dan badan sebagai yang “sulung” dan menjamin keselamatan umat manusia (1Kor. 15:20) yang juga akan bangkit dengan “tubuhnya” (1Kor. 15:35—58). Inilah yang didoakan dalam Credo: “aku percaya akan kebangkitan badan”.

20. Gereja dipanggil dan diutus tidak saja untuk mewartakan Injil dan merayakan liturgi, tetapi juga untuk melayani orang-orang miskin, sengsara, dan marjinal (diakonia). Perutusan diakonia Gereja melekat dengan eksistensinya sebagai persekutuan para murid yang dibentuk Kristus untuk melayani dalam kasih satu sama lain (bdk. Yoh. 13:34). Perutusan diakonia inilah yang mendasari pelayanan sosial ekonomi Gereja.

Prinsip Etis Pastoral Ekonomi Berkelanjutan: Ekonomi SAE

21. Kami juga menimba dari khazanah Ajaran Sosial Gereja (ASG) prinsip-prinsip etis keterlibatan Gereja dalam mengembangkan pastoral ekonomi berkelanjutan (Ekonomi SAE). Prinsip etis ekonomi berkelanjutan yang pertama adalah kesejahteraan umum (bonum commune), yakni “keseluruhan kondisi kehidupan kemasyarakatan, yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri.” (GS 26). Kesejahteraan umum mengacu pada keserentakan pemenuhan kebutuhan dan hak-hak pribadi serta kondisi-kondisi sosial yang menjamin pemenuhan diri manusia, seperti perdamaian, demokrasi dan partisipasi, jaminan hukum, dan pengendalian kekuasaan negara (KASG 166).

22. Kedua, prinsip penghargaan terhadap martabat pribadi manusia. Manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah (imago Dei) (bdk. Kej. 1:26). Dalam peristiwa inkarnasi, pribadi manusia mendapat fundamen kristologisnya karena, melalui peristiwa inkarnasi Yesus Kristus; Allah menjadi manusia, menyucikan, dan menebusnya (GS 22). Demikian pula ekonomi harus melayani manusia karena “manusialah yang menjadi pencipta, pusat, dan tujuan seluruh kehidupan sosial ekonomi” (GS 63). Namun, manusia bukan hanya objek ekonomi, tetapi dia juga subjek ekonomi. Ekonomi mesti menjadi ruang aktualisasi diri manusia. Ia mesti terlibat aktif, inovatif, dan kreatif dalam mengelola perekonomian.

23. Yang ketiga adalah keberpihakan kepada orang miskin. Opsi Gereja terhadap orang miskin dan menderita terletak dalam diri Kristus yang telah mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang miskin dan sengsara. Tindakan berbelarasa terhadap mereka berarti pula berbelarasa terhadap Kristus sendiri (Mat. 25:40.45). Opsi ini merupakan perwujudan nyata kasih Kristiani dan harus menjadi pilihan hidup seorang murid Kristus. Opsi ini berlaku untuk kewajiban sosial, gaya hidup, serta penggunaan harta milik (SRS 42). Opsi ini juga yang menjadi dasar sekaligus perwujudan seluruh karya pastoral karitatif dan sosial ekonomi Gereja dan berlaku baik dalam situasi kemiskinan material maupun dalam pelbagai bentuk kemiskinan kultural dan religius (KGK 2444). Kaum miskin adalah korban penderitaan. Merekalah yang harus menjadi titik tolak dan titik tuju pengembangan ekonomi, dan bukannya pertumbuhan produksi dan keuntungan. Karena itu, kalkulasi biaya manusia mesti diperhitungkan dalam seluruh proses pembangunan ekonomi baik kalkulasi penderitaan (calculus of pain), maupun kalkulasi makna (calculus of meaning) (Peter L. Berger).

24. Prinsip etis ekonomi berkelanjutan yang keempat adalah solidaritas. Solidaritas Kristiani berakar pada solidaritas Kristus yang telah merendahkan dan mengosongkan diri-Nya di kayu salib untuk bersolider dengan manusia. Solidaritas bermatra ganda: sebagai prinsip sosial institusional yang meretas “struktur-struktur dosa” (SRS 36.37) dan keputusan hati atau tekad yang kuat dan teguh dalam memperjuangkan kesejahteraan semua orang dan setiap orang (SRS 38). Atas dasar ini, ekonomi solidaritas bukanlah usaha komersial (mencari untung) tetapi harus terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia (kultur, sosial, etis, dan spiritual). Gereja sejatinya terlibat dalam ekonomi solidaritas demikian, dan bukannya pada ekonomi komersial demi profit.

25. Kelima, prinsip subsidiaritas. Prinsip ini pada dasarnya menjamin dan mendorong partisipasi, kemandirian, dan tanggungjawab pribadi atau kelompok. Apa yang dapat dilakukan orang atau kelompok yang lebih kecil, janganlah diambil-alih oleh kelompok yang di atasnya. Demikian pula yang dapat dilakukan kelompok masyarakat, jangan diambil alih oleh negara (QA 23; KGK 1883). Semua kelompok besar memiliki tanggung jawab untuk memberdayakan kelompok kecil (subsidium) dalam bentuk dukungan, dorongan, dan pengembangan (KASG 186). Subsidiaritas adalah antitesis dari sentralisme dan birokratisme. Prinsip ini membuka ruang bagi aktualisasi potensi setiap pribadi dan kreativitas kelompok akar rumput. Lebih dari itu, prinsip ini menghargai dan mengafirmasi keunikan personal dan kelompok serta keragaman dalam masyarakat (KASG 187).

26. Prinsip etis ekonomi berkelanjutan yang keenam terkait tujuan universal harta benda. Allah telah menciptakan dan menghadiahkan alam semesta kepada seluruh umat manusia, tanpa mengecualikan siapa pun (Kej. 1:28—29), demi perkembangan dirinya yang utuh dan menyeluruh (GS 69). Tentu, hal ini tidak menghilangkan hak milik pribadi yang dijamin oleh Sang Pencipta sendiri. Dia telah menganugerahkan manusia intelektualitas dan kerja untuk mengolah alam semesta, dan menjadikan sebagiannya menjadi miliknya, seturut jerih payahnya (CA 31). Hak milik pribadi memungkinkan ruang yang perlu untuk penataan hidup pribadi setiap orang dan setiap keluarga sekaligus mendorong tanggung jawab dalam mewujudkan tatanan sosial yang adil (GS 71). Namun, hak milik pribadi berada di bawah prinsip universal harta benda (QA 45; PP 22—23; LE 14). Bahkan, dalam kebutuhan yang ekstrem segalanya adalah milik bersama (in extrema necessitate omnia sunt communia, Thomas Aquinas).

27. Ketujuh, prinsip ekologis. Kemajuan ekonomi dan penggunaan teknologi mesti menjamin keseimbangan dan keutuhan bumi sebagai “rumah bersama” (LS 1). Menjaga dan merawat keutuhan ciptaan merupakan imperasi untuk semua orang. Aksi transformasi ini mesti bersifat integral: bukan hanya pendidikan dan spiritualitas ekologis, tetapi juga pembaruan gaya hidup yang sungguh menghayati bumi sebagai hadiah Allah bagi umat manusia (Kej. 1). Karena itu, kita perlu mengembangkan ekonomi hijau (green economy), yakni segala aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa yang tidak merusak lingkungan dan yang menjamin kebutuhan generasi mendatang.

Program Pastoral Ekonomi Berkelanjutan: SAE 2023
28. Selain memiliki kompetensi etis-spiritual, Gereja Katolik juga memiliki kompetensi diakonia dalam bidang sosial ekonomi. Hal ini terwujud dalam diakonia karitatif yang memberi bantuan langsung kepada korban yang menderita dan miskin. Selain itu, hal ini terungkap dalam diakonia transformatif yang memberdayakan dan memandirikan kelompok umat rentan agar mampu mengusahakan kesejahteraan hidup.

29. Berlandas pada konteks sosial masyarakat Nuca Lalé, mengacu pada pedoman etis, dan pendasaran biblis-teologis keterlibatan Gereja, maka dalam mewujudkan Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan, kami berkomitmen untuk melaksanakan berbagai program edukasi dan penguatan spiritual (motivasi dan komitmen) tentang Ekonomi SAE: Sejahtera, Adil, dan Ekologis. Lebih dari itu, kami ingin melaksanakan aneka program pastoral ekonomi berkelanjutan. Secara langsung ditangani oleh paroki/lembaga dan secara tidak langsung ditangani oleh paroki melalui Promosi, Animasi, dan Fasilitasi (PAF).

30. Dalam bidang edukasi Ekonomi Berkelanjutan, kami ingin melaksanakan program-program berikut: sosialisasi Surat Gembala Natal dan Paskah Uskup, khotbah pelayan pastoral, rekoleksi paroki/kelompok kategorial/lembaga, katekese umat, pengumuman/imbauan paroki, seminar/lokakarya/hari studi, dan lonto léok. Semua program ini bertemakan Ekonomi SAE: Sejahtera, Adil, dan Ekologis.

31. Dalam bidang penguatan spiritual (motivasi dan komitmen), kami akan mengadakan program-program berikut: misa launching Pastoral Ekonomi Berkelanjutan, khotbah, rekoleksi, retret, doa Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan, lagu Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan, serta Kebangunan Rohani Katolik (KRK).

32. Dalam bidang program ekonomi yang langsung dikelola oleh paroki, kami akan mengembangkan pertanian berkelanjutan/organik (pengembangan hortikultura organik paroki, pelatihan pertanian organik untuk kesuburan tanah/tanaman dengan eco enzym/pupuk jadam; pengembangan sorgum organik). Selain itu, kami ingin mengembangkan perkebunan berkelanjutan (pengembangan tanaman perdagangan di kebun paroki/keuskupan, seperti: jagung, kopi, cengkeh, kedelai, mete, kemiri, kelor, dll; pengembangan kebun buah-buahan di lahan paroki/keuskupan, seperti: buah naga, pisang, durian, pepaya, advokat, nanas, dll.; pelatihan petani kopi, dan pelatihan petani cengkeh, dll.). Kami juga ingin mengembangkan peternakan (ayam, babi, kambing, sapi, kerbau, dll.) dan perikanan terintegrasi paroki (ikan air tawar, seperti: lele, nila, karpel, dll.) serta mendukung para nelayan dalam dunia baharinya.

33. Selanjutnya, untuk membantu umat memasarkan produk-produk ekonomi mereka, kami akan mengadakan kegiatan kuliner/kafe paroki, bazar paroki, dan berpartisipasi dalam festival.

34. Selain itu, dalam upaya penguatan modal ekonomi umat di paroki, kami ingin membentuk dan mengembangkan koperasi jalur paroki, arisan keluarga/KBG, pendidikan koperasi umat, dan memfasilitasi Kredit Usaha Rakyat (KUR).

35. Sedangkan untuk penguatan ekonomi finansial paroki, kami secara khusus ingin melakukan edukasi, pembaruan sistem dan pola penggunaan dana kolekte, IGM (Gesshar), gerakan APP, serta dana Aksi Natal dan Paskah.

36. Untuk mengembangkan pariwisata rohani yang terintegrasi dengan dimensi ekonomis, maka kami berkomitmen untuk terus menghidupkan festival religi kultural ekonomis, prosesi religi kultural ekonomis, festival Natal Religi Kultural Ekonomis (paroki se-kota Ruteng) di paroki/lembaga/komunitas kami.

37. Kami juga terus memberi perhatian khusus pada orang-orang kecil, miskin, lemah, dan tak berdaya dalam Tahun Ekonomi Berkelanjutan. Karena itu, kami ingin mengadakan pendampingan khusus bagi keluarga migran, keluarga yang berada di wilayah lingkar tambang, orang difabel, ODGJ, dan bayi stunting.

38. Dalam bidang pendampingan kelompok dan kegiatan sosial ekonomi umat, kami akan terus melanjutkan program PAF.
a. PAF UMKM di paroki mencakup: UMKM tradisional (gula merah, tuak, dll.), UMKM kuliner (saung ndusuk, keripik, sorgum, dll.), UMKM tenun dan anyaman (kain, selendang, topi, dll.), UMKM cindera mata (gantungan kunci, rosario, dll.). Selain itu, paroki akan memfasilitasi pelatihan ekonomi kreatif untuk orang muda di BLK Gereja/Pemerintah.
b. PAF kelompok ekonomi budaya di paroki, seperti: seni musik (gong, gendang), seni vokal (danding, sanda, mbata), seni tari (saé, caci), peralatan budaya (gong, gendang, bali belo), cagar/situs budaya (Liang Bua, rumah adat, dan compang), narasi tentang historisitas tempat, peristiwa dan ritus, perawatan dan pengembangan ritus adat: siklus kehidupan (céar cumpé, wagal kawing, téing tinu, kélas), ritus kebun (dara wini, hang woja, penti), dan ritus rumah adat (roko molas poco, congko lokap). Semua ritus ini bermakna rekonsiliatif, ekonomis, dan ekologis.
c. PAF ekonomi pariwisata alam (ecotourism) meliputi: wisata pegunungan/lembah, wisata danau/sungai/air terjun, wisata padang, dan wisata bahari. Selain itu, kami ingin berpartisipasi dalam perawatan dan pengembangan flora khas Manggarai-Flores (lontar, enau, pohon kesambi, bidara laut, dll.) serta fauna khas Manggarai-Flores (burung ngkiong, kelelawar, babi kampung Manggarai, babi landak, dll.).

39. Selain berbentuk program, kami akan melakukan berbagai gerakan nilai dan habitus kewirausahaan dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Karena itu, kami berkomitmen untuk mewujudkan gerakan “pohon sakramen” bernilai ekonomis (buah-buahan atau tanaman perdagangan), gerakan hidup ugahari (pesta sederhana dan hidup hemat), gerakan hari konsumsi pangan lokal (Senin), gerakan tolak judi (judi online, sabung ayam, kartu, dll.), gerakan opus manuale di sekolah/asrama/komunitas/biara. Selain itu, kami juga ingin menggalakkan gerakan sesuai konteks paroki, seperti: gerakan lumbung pangan paroki dan KBG, lomba kebun horti paroki, lomba KBG terang Natal, lomba kuliner, lomba souvenir dengan menggunakan bahan bekas, dan kolekte sampah.

40. Dalam mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan, kami ingin melanjutkan event Pariwisata Holistik Keuskupan, yakni Festival Golo Koe, Labuan Bajo (10—15 Agustus 2023), Festival Golo Curu, Ruteng (5—7 Oktober 2023), dan Perayaan Hari Pariwisata Internasional 2023 (Manggarai Timur).

41. Kami juga berkomitmen untuk bekerja sama dengan stake holder ekonomi dan mendampingi mereka dalam bentuk edukasi, penguatan spiritual dengan tema ekonomi dalam perspektif Ajaran Sosial Gereja (ASG), dan aneka kegiatan pelatihan pengembangan potensi para pelaku ekonomi lokal (kuliner, kerajinan, dan pemasaran).

42. Pengembangan sosial ekonomi yang efisien dan efektif terjadi atas dasar basis data yang obyektif. Karena itu kami ingin terus melanjutkan pastoral data dan terlibat dalam sistem Basis Integrasi Data Umat Keuskupan (BIDUK).

43. Dalam dunia Lembaga Pendidikan Katolik, kami akan mengupayakan Pendidikan yang melayani martabat manusia, mendorong kebebasan, dan kreatifitas peserta didik serta berwawasan lingkungan. Hal ini selaras dengan gerakan nasional Pendidikan Merdeka yang sedang berjalan sekarang ini.

44. Kami sungguh menyadari bahwa upaya mewujudkan program-program pastoral ekonomi berkelanjutan dimaksud membutuhkan keterlibatan dan kerjasama dengan para pihak. Karena itu, kami ingin melanjutkan kerjasama yang kreatif dan konstruktif dengan pemerintah, para pelaku ekonomi lokal, lembaga pendidikan, media, dan berbagai komunitas adat dan lintas agama demi mewujudkan Ekonomi Berkelanjutan yang Sejahtera, Adil, dan Ekologis.

Penutup
45. Kami ingin dengan penuh sukacita dan pengharapan terus bergandengan tangan dan berjalan bersama dalam melaksanakan program pastoral Ekonomi Berkelanjutan. Hal ini didukung oleh kekayaan alam bumi Congka Saé, kekuatan sumber daya manusia umat Allah Keuskupan Ruteng dan modal sosial (potensi kultural dan sosial).

46. Kami menyerahkan seluruh komitmen untuk mengembangkan pastoral ekonomi SAE di Keuskupan Ruteng ke dalam rahmat kekuatan Kristus dan perlindungan kasih Bunda Maria, Ratu Surga dan bumi (Assumpta Nusantara). Kami percaya, Allah Bapa, Sang Pencipta yang telah menciptakan semesta alam dengan baik dan indah akan mencurahkan rahmat-Nya ke Tana Nuca Lalé, sehingga: “Keadilan Bermekaran dan Kemakmuran Berlimpah” (Mzm. 72:7).

Wae Lengkas, Ruteng, 12 Januari 2023
Dalam Persaudaraan Sidang Pastoral Post-Natal
Uskup Ruteng,

 

Mgr. Siprianus Hormat

Be First to Comment

Leave a Reply