Penulis : Jimmy Carvallo | Awam Katolik, Umat Paroki Santu Mikael Kumba
Tuhan ada di mana-mana dan selalu ingin berjumpa kita disetiap detik dan detail kehidupan. Pun dalam dunia yang bising dan penuh hiruk-pikuk. Tapi, dalam keheningan, Dia bisa ditemui dan dialami dengan lebih akrab dan mesra. Wajah KasihNya lebih jelas terlihat dengan mata iman. (J. Carvallo)
Sebagai bentuk syukur atas kebaikan Tuhan, artikel kecil ini saya tuliskan. Melalui kebaikan hati satu keluarga, petang ini, Jumat, 17 Februari 2023, saat rintik hujan bercampur kabut menyatu dalam keheningan, saya melangkahkan kaki perlahan, menyusuri jalan yang penuh dengan pepohonan rindang dan aneka bunga harum semerbak, menuju aula St. Yohanes dari Salib, tempat Retret Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) di Biara Maria Bunda Karmel, Wae Lengkas, Ruteng.
Sejenak, selama 3 hari ke depan berada jauh dari kebisingan, meninggalkan semua rutinitas dunia dan menepi dalam kesunyian di sebuah tempat retret yang berada agak jauh dari Kota Hujan, Ruteng, merupakan suatu kerinduan yang sejak lama menjadi impian hati. Di sini, bisa berjumpa dengan banyak sahabat dan para Romo dan Biarawati Putri Karmel pendamping retret, menjadi kebahagiaan tersendiri.
Rasanya, tak ada episode hidup yang paling bahagia, selain menyisihkan waktu untuk datang ke sebuah komunitas rumah retret untuk menimba kekuatan baru dari sumur keheningan –penuh inspirasi dan kekayaan rohani, “minum” dari sumber air yang jernih untuk kembali melangkah melanjutkan perjalanan yang masih panjang dalam tutunan dan bimbinganNya yang penuh kasih.
Orang yang pernah mengalami bahwa Tuhan itu baik, dalam suka dan duka, harapan dan kecemasan, serta pahit-manisnya hidup yang sedang dijalani/diziarahi akan selalu merindukan dan mencari kehendak Tuhan. Mereka yang pernah mengalami derita yang mendera, luka-luka dan duka lara yang dialami dalam kehidupan dan Tuhan datang mengusap air mata mereka, akan selalu merindukan persekutuan dengan Tuhan dan sesama para pencari Tuhan.
Spiritualitas Iman, Harapan dan Kasih, di mana iman seharusnya terus-menerus membangunkan harapan, dan harapan yang selalu diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan kasih yang nyata, kadang kala menjadi kabur, luntur karena kita terlalu meyakini sudut pandang sendiri yang cenderung mencari “jalan aman” dan pujian.
Gerbang masuk menuju Rumah Retret Biara Maria Bunda Karmel Wae Lengkas, Ruteng, tempat pelaksanaan Retret Komunitas Tritunggal Mahakudus. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Terkadang, yang kelihatan atau menonjol hanyalah kesalehan religius tapi minim penghayatan kasih dan pelayanan yang tulus hati pada sesama sebagai Ciptaan Tuhan yang mulia. Singkatnya, kesalehan religius dan kesalehan sosial ibarat sekeping mata uang yang tak terpisah. Seperti pesan Rasul Yakobus : jika iman tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati (Yak. 2:17)
Kita sedang berada di zaman yang memunculkan banyak krisis kehidupan, salah satunya adalah krisis keteladanan. Krisis sosok panutan di tengah masyarakat yang begitu dinamis. Semakin hari, kian sulit kita menemukan orang yang bisa menjadi suri-teladan bagi yang lain. Semuanya seakan seirama, hanya selalu bergerak ke satu arah yang sama : prestise (haus pujian), materi (uang, harta dan kenikamatan dunia) dan gaya hidup materialistis, hedonistik dan pragmatis yang semakin sulit direm.
Tanpa disadari, kita juga berada di zaman, di mana untuk mengejar kepuasan materi, orang tidak segan-segan menghalalkan berbagai cara, mengesampingkan etika, norma dan moralitas, sehingga menindas sesama dengan tidak sedikitpun ada rasa belas kasihan. Kita sedang berada di sebuah arena pertandingan yang keras di mana yang kuat semakin eksis bertahan dan yang lemah perlahan kalah dan semakin tak berdaya.
Merasul Di tengah Badai
Beberapa pekan lalu, Ketua Komisi Kerohanian Keuskupan Ruteng, RD Ompi Latu, dalam 2 Misa di Gereja Santu Mikael Kumba, mengajak umat Katolik untuk masuk, bergabung dalam kelompok-kelompok kerasulan rohani yang ada di setiap paroki. Ajakan ini, tentu sebuah panggilan Kristiani yang mesti mendapat perhatian kita semua, terlebih ketika dunia, termasuk Gereja dalam setiap pelayanannya, membutuhkan dukungan/sokongan doa-doa agar karya kasihnya menghasilkan lebih banyak buah.
Salah satu sudut pemandangan di kompleks Rumah Retret di Biara Maria Bunda Karmel di Wae Lengkas, Ruteng. Di sinilah para anggota KTM se-daratan Flores bertemu selama 3 hari (17-19 Februari 2023). (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Ketika banyak orang lebih (memilih) sibuk membangun dan menata masa depan dengan mengejar materi dan prestasi sebanyak-banyaknya, tanpa diimbangi dengan olah batin atau memperkuat hidup rohani, maka muncul kecenderungan untuk beranggapan bahwa hidup rohani, termasuk bergabung dalam salah satu kelompok kerasulan rohani hanyalah pekerjaan yang tidak produktif dan membuang-buang waktu saja. Kita membutuhkan daya rohani, atau sebut saja religiositas untuk mewarnai sekaligus memaknai karya-karya hidup..
Bila direnungkan, sesungguhnya, bersekutu/bergabung dalam kerasulan kelompok rohani adalah cara yang paling baik dalam mengisi sebagian dari waktu luang. Di sana ada kesempatan (berbagi waktu) doa dan karya pelayanan yang bisa “memperkaya” hidup, belajar hidup bersama dalam semangat persaudaraan kasih dan membangun kedewasaan iman dalam komunitas pengharapan.
Melaui kelompok-kelompok rohani yang ada, kita ikut merasul, menjadi saksi-saksi Cinta dan kebaikan Tuhan di tengah dunia yang sedang dilandai “badai” kebencian, peperangan, penindasan, kekejaman, kemunduran nilai-nilai kemanusiaan dan sikap egoisme yang semakin tumbuh subur.
Penulis bersama Romo Valentinus Maria, CSE Gembala Umum KTM berfoto di Rumah Retret Maria Bunda Karmel di Wae Lengkas. (Foto : DOK PRIBADI)
Kita dipanggil untuk memberi diri, dalam peziarahan hidup yang tak panjang ini, ikut mendoakan, berkarya dan terus membangun peradaban hidup dimulai dari lingkungan sekitar, yang lebih manusiawi dilandasi visi Kristiani.
Saya sering bertemu dengan banyak orang yang memberikan kesaksian tentang bagaimana mereka mengalami transformasi hidup, bangkit dari “kematian” rohani setelah bergabung dalam kelompok-kelompok kerasulan rohani yang ada di paroki-paroki. Di tengah dunia yang selalu tak peduli, acuh tak acuh bahkan menolak mereka, dalam komunitas-komunitas rohani mereka merasa diterima dan nyaman serta menemukan kembali kegairahan rohani yang semakin menguatkan langkah hidup.
Dalam banyak persoalan hidup, baik di rumah tangga, pekerjaan, relasi-relasi sosial, ketika semua menjadi tak sesuai harapan dan menimbulkan kegoncangan hidup, ada banyak orang lalu lari ke alkohol, hiburan-hiburan sesaat, perselingkuhan (affair), psikotropika (narkoba) bahkan bunuh diri. Mereka lupa, ada banyak kelompok kerasulan rohani, selalumembukakan pintu lebar-lebar, 24 jam, setiap saat, menanti mereka.
Ada Ekaristi, saat terindah dan paling istimewa bisa berjumpa dengan Tuhan yang tersamar dalam setiap Misa dan di kapela-kapela Adorasi yang merindukan kepulangan mereka dengan membawa berbagai beban dan luka-luka kehidupan yang nyaris tak terpikul.
Suasana menjelang Misa Pembukaan Retret anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) yang dipimpin RD Laurens Sopang dan RP Valentinus, CSE, Jumat, 17 Februari 2023 petang. Retret ini dihadiri oleh semua anggota KTM sedaratan Flores. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Gereja Katolik, kaya dengan berbagai komunitas rohani, sakramen dan liturgi yang indah, tergantung apakah setiap orang menyambutnya dengan suka cita atau sebaliknya, hanya menonton dan terus hidup dalam sikap apatis seakan tak berpengharapan.
Komunitas Tritunggal Mahakudus
Hari-hari ini, bersama para sahabat Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) kami merayakan kebersamaan dan membaharui semangat pelayanan sebagai komunitas kerasulan. KTM berdiri pada 11 Januari 1987 dalam sebuah retret yang diikuti banyak umat di Ngadireso, Malang (9-11 Juli 1987) yang mencoba merealisasikan suatu komunitas di zaman modern yang berinspirasikan pada komunitas Kristiani perdana (Kis 2:41-47).
Anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) dari berbagai wilayah di Flores yang mengikuti Retret 3 hari (17-19 Februari 2023) di Rumah Retret Biara Maria Bunda Karmel, Wae Lengkas-Ruteng. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
KTM merupakan sebuah komunitas yang berusaha menghayati hidup Kristen sejati berdasarkan misteri agung cinta Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Karena itulah komunitas ini, diberi nama Komunitas Tri Tunggal Mahakudus. Anggota KTM terdiri dari kaum awam dengan semangat yang sama dengan (para suster) Putri Karmel dan CSE..
Gembala umum KTM, Romo Yohanes Indrakusuma, CSE menandaskan, bahwa KTM didirikan supaya para anggotanya bersama-sama dapat menciptakan suatu lingkungan hidup, suatu “dunia baru” yang memungkinkan para murid Kristus hidup dan berkembang dalam iman, harapan dan kasih (Sang Petapa Sejati, hal. 79).
Visi dan misi KTM secara singkat adalah, dalam kuasa Roh Kudus mengalami dan menghayati sendiri kehadiran Allah yang penuh kasih dan menyelamatkan, sampai pada persatuan cinta kasih, serta membawa orang lain pada pengalaman yang sama. KTM bersumber pada spiritualitas pembaruan hidup dalam Roh dan spiritualitas Karmel. Keduanya tak terpisahkan dalam hidup dan pelayanan KTM.*
PAROKIKUMBA.ORG Website Media Komunikasi dan Informasi Pastoral Paroki Santu Mikael Kumba, menerima kiriman artikel sharing pengalaman rohani dan berita seputar kegiatan gerejani yang ada di setiap KBG. Silahkan mengirim artikel Anda (dengan aplikasi MicrosoftWord) ke Nomor WA : 081 338215478 atau 081 23603185. Terima Kasih.
Be First to Comment