Press "Enter" to skip to content

Pastoral Migran: Kerja Lintas Komisi Lembaga Karitas dan KKP-PMP Keuskupan Ruteng

PEKAN terakhir di bulan Februari membawa berkah bagi Ibu Maria Suel sekeluarga. Tanaman Padi yang terhampar di sisi timur rumahnya tampak menguning dengan bulir-bulir yang berisi, petanda siap dipanen. Hujan berkepanjangan dengan angin kencang di bulan kedua tahun 2023 itu tidak sedikitpun merusakkan padi yang menjadi sumber pangan keluarganya.

“Panen kali ini persis terjadi ketika harga beras mengalami kenaikan, karena kelangkaan produksi beras di wilayah Manggarai,” katanya dengan wajah berbinar. “Dan puji Tuhan, tidak ada padi yang rusak, meskipun cuaca kurang bersahabat. Pupuk organik yang kami gunakan sangat berpengaruh pada daya tanaman terhadap cuaca dan penyakit” tambahnya.

Ibu Maria Suel yang akrab disapa Mama Meri, sedang menjelaskan cara pembuatan pupuk organik. (Foto : KARITAS KR)

Bersama rekan-rekan anggota kelompok Popo dampingan Karitas Keuskupan Ruteng, Mama Mery, sapaan akrab Ibu Maria Suel, sedang mempersiapkan kedatangan peserta pertemuan KKP-PMP Regio Nusra yang melakukan kunjungan kelompok terkait pemberdayaan ekonomi ibu-ibu Isteri Migran.

Kelompok Ibu-Ibu Migran Kampung Popo, Paroki Todo

Mama Mery bersama rekan-rekannya merupakan ibu-ibu migran yang berada di kampung Popo, Paroki Todo, Keuskupan Ruteng. Suami mereka merantau ke luar daerah, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mencari rejeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun demikian, Ibu-Ibu tak menggantungkan sepenuh hidupnya pada uang kiriman dari tanah perantauan. Apalagi tidak ada kepastian bahwa mereka suami mereka mengirimkan uang secara rutin. Belum tentu juga dengan jumlah yang cukup.

Mama Maria Suel saat mensharingkan pengalamannya dalam salah satu pertemuan tentang pemberdayaan ekonomi melalui manfaat pupuk organik. (Foto : KARITAS KR)

Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Ibu-ibu Isteri Migran (ISMI) mengolah lahan pertanian mereka sesuai kemampuan. Namun itu juga tidak selalu berjalan sesuai harapan. Ada banyak tantangan yang dihadapi. Kendala yang paling utama adalah ketersediaan pupuk dan pestisida sebagai unsur penting pengolahan sawah. Seringkali harga pupuk dan pestisida yang sulit terjangkau membuat mereka harus berutang. Selain bercocok-tanam, sebagian besar ibu-ibu isteri migran berprofesi sebagai penenun. Hasil tenunan dijual untuk menambah penghasilan keluarga.

Karya Diakonia Transformatif Karitas Ruteng

Karitas Ruteng terpanggil untuk melakukan pelayanan pastoral khusus bagi Ibu-Ibu Migran melalui diakonia transformatif. Di sini Gereja hadir bukan sebagai sintelklas yang memberikan “hadiah” dalam bentuk bantuan materi, tetapi lebih sebagai “sahabat seperjalanan’ untuk membantu mereka agar mampu menolong diri sendiri. Untuk itu Karitas melakukan penguatan ketahanan ekonomi keluarga melalui pengembangan pertanian organik.

Kepala Desa Popo, Bapak Dairus Ceha (Foto : KARITAS KR)

Dalam kerja sama dengan Karitas Indonesia serta dukungan dari Lembaga Developement and Peace Kanada, Karitas Ruteng mendampingi Keluarga Migran selama tahun 2015 sampai 2017. Selama kurun waktu dua tahun tersebut, Karitas Ruteng mendampingi keluarga migran dengan pembentukan dan penguatan kelompok, peningkatan kapasitas pertanian organik, serta penguatan spiritual.

“Ada tiga hal yang menjadi model penguatan yang dilakukan Karitas Ruteng dalam pendampingan kelompok, yakni community building, capacity buliding dan spirituality building” jelas Herinimus Gesing, Koordinator Program Karitas Keuskupan Ruteng.

“Pendampingan dalam kelompok ini penting agar ibu-ibu anggota memiliki rasa senasib dan sepenanggunggan dengan situasi yang mereka alami. Kelompok yang dibentuk diharapkan solid; bersatu dan kompak. Melalui pendampingan selama periode dua tahun, mereka diharapkan bertumbuh menjadi kelompok yang mandiri serta memiliki rasa solidaritas satu sama lain. Kita menyebutnya SMS: Solid, Mandiri dan Solider.

Selanjutnya, Capacity building dilakukan dengan peningkataan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pertanian organik melalui pelatihan pengolahan lahan pertanian, pembuatan pupuk dan pestisida organik. Pelatihan Pengelolahan Ekonomi Rumah Tanggah juga dilakukan agar anggota kelompok dampingan memiliki kemampuan untuk mengatur keuangan hasil kebun sayuran mereka.

Bapak Herinimus Gesing, staf Karitas Ruteng. (Foto : KARITAS KR)

Bagi Karitas Ruteng, selain dua hal tersebut di atas, pendampingan spiritual juga menjadi hal yang penting, melalui Ekaristi, Ibadat, katekese dan doa kelompok. “ Kita ingin agar anggota kelompok juga memahami dan menghayati nilai spiritual dari kegiatan pertanian. Maka spiritualitas Pertanian Organik berbasiskan ensiklik Laudato Si mesti dihidupi oleh anggota kelompok dampingan” tambah Pak Hery.

Selama dua tahun pendampingan, kelompok Ibu-Ibu Migran mengolah kebun sayuran Organik bersama di kebun kelompok dengan berbagai jenis tanaman hortikultura. Pengtahuan dan penegalaman di kelompok, dipraktikkan di kebun masing-masing anggota, sehingga setiap memiliki kebun masing-masing. Pupuk Organik yang dihasilkan juga diaplikasikan pada areal pertanian sawah, sebagaimana dilakukan oleh Ibu Mery.

Selain untuk memenuhi kebutuhan sayuran keluarga, sebagian hasil kebun dijual untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya. Hasil kebun bersama dan ditambah dengan uang masing-masing anngota, kelompok dampingan kemudian membentuk Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP).

Keberlanjutan: Dukungan Pemerintah Desa
Program pendampingan Karitas Ruteng tentu ada batas waktu. Pasca pendampingan diharapkan kelompok dapat berkembang secara mandiri. Oleh karena itu, keberlanjutan merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu sejak awal program, Karitas menghadirkan pemerintah Desa untuk mengambil bagian dalam proses pendampingan. Dan persis hal ini menjadi faktor penentu mengapa sampai saat ini, sejak tahun 2017, kegiatan kelompok Ibu-Ibu Istri Migran di Kampung Popo masih berjalan.

“Kehadiran kelompok Karitas ini menjadi salah satu kelompok pemberdayaan Desa. Bukan saja untuk keluarga mereka sendiri, sayuran yang dihasilkan juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar” ujar Kepala Desa Popo, Bapak Dairus Ceha. “ Setelah pendampingan Karitas selesa, pemerintah Desa mendukung kelompok ini dengan peralatan tenun. Sehingga selain dari hasil sayuran, ibu-ibu migran ini juga memperoleh penghasilan dengan menenun kain” tambah Bapak Kades.

Ibu Mery, sebagai ketua kelompok pun, menjadi fasilitator desa untuk pengembangann pertanian organik. Bukann saja untuk masyarakat di desanya, beliau juga diundang oleh desa-desa lain di tingkat kecamatan, bahkan pernah memperkenalkan metode pertanian organik Caritas Ruteng di tingkat Provinsi.

Terkait isu keberlanjutan kelompok dampingan ini, RD Beben Gaguk, Direktur Karitas Ruteng, merencanakan akan dilakukan penguatan kader Pertanian Organik dari kelompok yang selama ini didampingi oleh Karitas. “ Kita ingin agar kelompok-kelompok dampingan Karitas yang sudah mandiri ini, terus mengembangkan pertanian organik di tempat mereka masing-masing. Oleh karena itu pentingnya peningkatan kapasitas anggota kelompok, khususnya penegtahuan dan ketrampilan baru. Misalnya pembuatan eCo-enzym dan pupuk jadam yang selama ini mulai dikembangkan oleh PSE Keuskupan Ruteng,” jelas RD Beben.

Mereka kemudian membentuk jaringan Fasilitator yang akan menfasilitasi pengembangan pertanian organik di paroki-paroki di Keuskupan Ruteng.

Pastoral Lintas Komisi: Kunjungan Peserta Pertemuan KKP-PMP Regio Nusra

Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Regio Nusra mengadakan pertemuan tahunan, 22-24 Februari di Ruteng. Kegiatan yang berlangsung tiga hari ini membahas dua isu penting komisi, yakni Pastoral ekologi dan Migran.

Kegiatan ini dihadiri Ketua dan pengurus KKP-PMP Keuskupan Ruteng, Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Agung Kupang, Keuskupan Maumere, dan Keuskupan Denpasar. Hadir pula JPIC OFM, Kongregasi RGS, Kongregasi Scalabrinian, serta utusan dari Seksi JPIC Paroki Keuskupan Ruteng.

Setelah dua hari penuh melakukan studi bersama, peserta pada hari ketiga melakukan kunnjungan lapangan di Kelompok Dampingan Karitas, di Desa Popo, Paroki Todo, Keuskupan Ruteng. RD. Marthen Jenarut, Ketua KKP-PMP Keuskupan Ruteng menjelaskan bahwa pendampingan ekonomi kelompok Migran merupakan bentuk pastoral lintas komisi di Keuskupan Ruteng.

RD Marthen Jenarut, Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Keuskupan Ruteng. (Foto : KARITAS KR)

“Kami menyebutnya pastoral integral, di mana komisi-komisi di Pusat Pastoal (PUSPAS) yang bernaung di bawah rumpun pelayanan Sosial melakukan kerja bersama dalam menangani isu migran. Jika KKP-MP mengupayakan Sosialisasi dan Advokasi terkait isu migran, maka PSE-Caritas melakukan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga migran, khususnya istri dan anak yang ditinggalkan” jelas RD Marthen.

Dalam kegiatan tersebut, kelompok Ibu-Ibu Migran membagikan pengalaman pendampingan Karitas dalam pengembangan pertanian organik dan dampaknya bagi kehidupan mereka. “Kami paling mengalami peningkatan pengetahuan terkait pertanian organik, secara khusus pupuk organik. Sejak tahu buat pupuk, kami menggunakannya di kebun sayur dan juga sawah. Hasilnya luar biasa meningkat,” jelas Ibu Mery.

Direktur Karitas Keuskupan Ruteng, RD Beben Gaguk, menyatakan bahwa ada perencanaan untuk melakukan penguatan kader pertanian organik pada kelompok yang selama ini didampingi oleh Karitas. Hal ini dimaksudkan agar terbentuk jaringan fasilitator yang dapat menfasilitasi pengembangan pertanian organik di paroki-paroki di Keuskupan Ruteng.

“Kita ingin agar kelompok-kelompok dampingan Karitas yang sudah mandiri ini, terus mengembangkan pertanian organik di tempat mereka masing-masing. Oleh karena itu penting perlu ada peningkatan kapasitas anggota kelompok, khususnya penegtahuan dan keterampilan baru. Misalnya pembuatan eco-enzym dan pupuk jadam yang selama ini mulai dikembangkan oleh PSE Keuskupan Ruteng,” jelas RD Beben.

RD Beben Gaguk, Direktur Karitas KeuskupancRuteng. (Foto : KARITAS KR)

Selanjutnya Ibu Mery dan Bapak Heronimus Gesing, Staf Karitas mempraktikkan secara singkat pembuatan pupuk organik padat dan Mikroorganisme Lokal (MOL) kepada peserta.

Kunjungan setengah hari tersebut ditutup dengan Panen Simbolis Padi Organik oleh peserta Pertemuan KKP-PMP Regio Nusra di kebun milik Ibu Mery, ketua kelompok Ibu-ibu Migran dampingan Karitas. Sebelum pulang ke tempat pertemuan, peserta berkesempatan membeli produk hasil tenunan Ibu-ibu Migran. (TIM KARITAS KR)

Comments are closed.