TIGA minggu setelah Paus Fransiskus melakukan perjalanan Apostolik (kunjungan kerasulan) ke negeri ini, salah seorang umat di KBG Maria Fatima, Wilayah Gunung Golgota – Paroki Santu Mikael Kumba, Heribertus Darmoyo Daus wafat. Di usia yang masih terbilang muda lagi produktif, yakni 40 tahun 6 bulan, ia pergi meninggalkan istri, Ny. Yun Wangga dan 3 anak yang masih kecil. Kepergiannya yang begitu cepat mengagetkan banyak orang yang mengenalnya, baik rekan kerja, keluarga dekat termasuk umat di KBG Maria Fatima tempat ia tinggal.
Anak ke-2 pasutri Almarahum Daus Viktor dan Ibu Lusia Anis, yang disapa Heri, sehari-hari dikenal sebagai sosok yang mudah bergaul, ramah, murah senyum dan gampang berdaptasi dengan orang lain dari segala usia dan latar belakang. Setidaknya, itu yang terungkap dari kesaksian sejumlah sahabat kenalan setelah kepergiannya ke negeri abadi. Di komunitas KBG Maria Fatima pun ia dikenang sebagai seorang bapak keluarga yang baik. Awam (umat) Katolik yang sering terlibat dalam berbagai kegiatan di umat basis, serta murah hati dalam ikut menyukseskan berbagai hajatan di KBG.
Teladan Kepedulian pada Komunitas Basis
Pada awal catatan kecil ini, saya sengaja membukanya dengan sekelumit kilas balik seputar kunjungan Apostolik Paus Fransiskus. Di mana benang merahnya? Kita tentu masih ingat. Moto kunjungan dari pemimpin 1,2 miliar umat Katolik sedunia itu, diambil dari 3 kata yang penuh makna dan pesan untuk umat Katolik Indonesia, yakni Faith, Fraternity, Compassion. Iman, Persaudaraan dan Bela Rasa. Tiga kata kunci yang menjadi spirit “panggilan murid Kristus” dewasa ini, juga ikut dihidupkan oleh mendiang Heri Daus dalam peziarahan hidupnya di tengah dan bersama umat KBG Maria Fatima.
Tahun 2023 lalu, ketika ia harus menjalani masa pemulihan dari sakitnya dan sekitar 3 bulan tidak beraktivitas terutama sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Kecamatan Lamba Leda Selatan Kabupaten Manggarai Timur tempat ia berkarya sebagai ASN, dari rumahnya ia meminta pengurus KBG agar bisa menerima pelayanan Komuni Suci bagi orang sakit. Di KBG ini, sejak lama, setiap hari Sabtu ada pelayanan khusus berupa pengantaran Ekaristi bagi orang sakit, termasuk lansia yang dilayani oleh Komunitas Biara Suster Putri-Putri Kebijaksanaan (DW).
Selama ia dalam perawatan di rumah, kunjungan para Suster DW yang mengantarkan Komuni Suci untuknya, menjadi penyemangat bagi alumnus Universitas Nusa Cendana (Undana) ini untuk terus berjuang pulih dari sakit yang dideritanya. Ekaristi baginya, begitu penting, sehingga setiap Sabtu pagi, seingat saya, ia telah duduk di ruang tamunya, ditemani sang istri tercinta, menanti kedatangan biarawati yang datang membawakan Komuni. Dia juga terbilang cukup aktif mengunjungi rumah sesama umat saat Doa Rosario Bulan Mei dan Oktober, kecuali sedang ada tugas dinas atau kesibukan lain.
Kehadirannya di tengah umat KBG Maria Fatima juga membawa warna tersendiri. Penyuka lagu-lagu pop-romantis ini dikenal sebagai seorang yang peka pada kebutuhan KBG, khususnya ketika umat akan menghelat acara khusus, seperti Natal dan Tahun Baru Bersama atau Misa khusus. Dua tahun lalu, saat mendengar bahwa ada rencana perayaan Natal Bersama, ia segera menyambangi rumah pengurus KBG dan menawarkan, apa yang bisa ia bantu untuk memperlancar acara. Ia pun menyewa terop untuk memperlancar Misa ini. Tahun lalu, umat KBG ini meniadakan Natal Bersama karena diselimuti susana duka atas kepergian mendiang Ibu Clotisdis Oliva Dedo, mantan pengurus KBG (bendahara).
Satu setengah minggu sebelum wafat, almarhum Heri masih sempat mengikuti Rapat Panitia Syukuran Tahbisan Imam Baru dari keluarga salah seorang umat KBG Maria Fatima. Ia duduk persis disamping saya selama pertemuan itu berlangsung. Dengan penampilannya yang apa adanya, diselingi tarikan rokok kesukaannya, ia masih menawarkan jasa baik, menggunakan, atau tepatnya merelakan halaman depan rumahnya yang cukup luas untuk dijadikan kemah tambahan agar dapat menampung tamu undangan yang akan hadir dalam acara tersebut. Bahkan ia menawarkan diri bersedia membantu mendatangkan umbul-umbul dalam jumlah cukup banyak untuk di pajang sepanjang jalan raya di KBG untuk menyemarakkan acara syukuran.
Mendiang Heribertus Darmoyo Daus yang disapa Heri berfoto bersama istri, Ny Yun Wangga dan anak-anaknya pada satu kesempatan. Kepergiannya ke Rumah Bapa di Surga membawa cerita inspiratif bagi umat KBG Maria Fatima yang mengenalnya sebagai sosok seorang ayah yang sayang pada keluarga, dan peka - solider pada sesama umat KBG. (Foto : DOK PRIBADI)
Sepotong kisah “jejak bermakna” yang mengisahkan tentang kepeduliannya pada komunitas (KBG) ini menyiratkan pesan penting, bahwa, iman, persaudaraan dan bela rasa adalah panggilan orang Kristiani yang mesti terus diwujudkan dalam hidup bersama. Terlepas dari kekurangan manusiawinya, sebagaimana kita yang lain rapuh adanya, mendiang Heri telah meninggalkan catatan indah bukan lewat kata-kata, namun dalam praktek hidup nyata. Bahwa, komunitas hidup bersama merupakan rumah bersama, tempat di mana kita menghidupkan iman, persaudaraan dan bela rasa satu terhadap yang lain.
Komunitas Basis : Wajah Gereja yang Saling Melayani
Dewasa ini, semakin banyak umat Katolik yang terlibat dalam karya-karya kerasulan Gereja, baik mengisi komposisi pengurus KBG, melibatkan diri dalam kelompok-kelompok rohani, kelompok-kelompok kategorial dan lain sebagainya. Komunitas Basis atau KBG pun semakin hari semakin menunjukkan wajah Gereja yang nyata, berperan aktif dalam membangun Gereja, masyarakat dan bangsa. Dalam sebuah KBG, persekutuan orang-orang beriman nampak jelas dalam berbagai bentuk kegiatan bersama di antara rumah-rumah (keluarga) yang saling berdekatan.
Di tengah dinamika zaman yang terus berubah, KBG sebagai bagian dari tingkat hirarki yang paling bawah diharapkan untuk terus membangun iman bersama melalui persekutuan, liturgi, ibadat dan doa, pewartaan, kesaksian dan pelayanan sebagai sebuah komunitas yang terikat dengan paroki. Saat ini di Paroki Santu Mikael Kumba tercatat ada 93 KBG yang tersebar hingga di Stasi Carep. Sejumlah program “intervensi” Paroki pun telah dirasakan umat secara langsung, seperti “umat membantu umat” melalui Aksi Mei dan Oktober yang disalurkan kepada kelompok-kelompok rentan, lansia, panti-panti asuhan, SLB dan warga binaan di Rutan.
Ada pula program bantuan pinjaman tanpa bunga Rp 3 juta per KBG untuk membantu penguatan ekonomi keluarga rentan ekonomi, program katekese BKSN dan APP, dan lainnya. Semua ini menjadi motivasi bagi umat KBG untuk berpartisipasi dalam membangun Gereja sesuai dengan gerak dan kebutuhan zaman yang dinamis. Dengan ini, umat diajak juga untuk membangun sikap saling melayani dan menjadi “garam” dan “terang” di tengah berbagai tantangan dan kemerosotan hidup yang terjadi.
Dalam keterbatasan manusiawi, kita semua dipanggil untuk menjadi saksi-saksi Kristus di tengah dunia yang nampak kian suram oleh ketiadaan kasih dan sikap acuh tak acuh. Dari sosok mendiang Heri Daus, kita menimba semangat berani membangun kepedulian dan solidaritas yang dimulai dari sebuah komunitas iman seperti KBG. Tidak perlu dengan mengukir prestasi atau “monumen” untuk dilihat atau dikagumi, cukup dengan karya nyata yang kecil, sederhana namun menyentuh kebutuhan sesama yang mesti diperhatikan.
“Saya tidak takut mati, yang saya takutkan adalah saya hidup tanpa bisa bermanfaat bagi sesama.” Kalimat yang pernah diungkapkan secara lisan kepada para sahabat dan keluarga oleh mendiang Heri semasa hidupnya, menghiasi kertas undangan Misa Malam Penutup yang digelar Jumat, 27 September 2024. Pesan ini, kini menjadi semacam warta sekaligus panggilan bagi kita semua untuk “keluar” dari diri sendiri dan hidup bagi orang lain yang membutuhkan sentuhan kasih yang tak bersyarat. (Jimmy Carvallo | Ketua KBG Maria Fatima – Paroki Santu Mikael Kumba)
PAROKI KUMBA RUMAH KITA BERSAMA
Comments are closed.