Press "Enter" to skip to content

RD Manfred Habur : Perak Imamat Adalah Kisah Tentang Kesetiaan Allah

Penulis : Jimmy Carvallo | Pewarta KOMSOS Paroki Santu Mikael Kumba

PAROKIKUMBA.ORG – Bagi saya, merayakan Perak Imamat merupakan kisah tentang Kesetiaan Allah, karena saya merasa diri tidak layak, penuh kelemahan, keraguan. Tapi, bahwa akhirnya, dalam lika-liku yang dilalui, saya bisa merayakan Pesta Perak. Bagi saya, Pesta Perak mau menyatakan bahwa walaupun kita lemah, penuh keraguan, Tuhan tetap setia dan mau memakai kita.

Ungkapan kalimat itu disampaikan RD Agustinus Manfred Habur, imam asal Paroki Santu Mikael Kumba, yang kini menjabat Sekretaris Jenderal Keuskupan Ruteng, saat menerima PAROKIKUMBA.ORG di ruangannya di istana Keuskupan Ruteng, Jalan Ahmad Yani, Selasa, 27 Desember 2022 petang.

RD Agustinus Manfred Habur, saat menerima Tahbisan Imamat melalui Uskup Ruteng, Mgr. Eduardus Sangsun, SVD di Katedral Santu Yosep dan Maria Asumpta, Ruteng 15 Agustus 1997. (Foto : Dok Pribadi)

25 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 1997, dia ditahbiskan menjadi imam oleh (Alm) Mgr. Eduardus Sangsung, SVD di Gereja Katedral Santu Yosef dan Maria Asumpta Ruteng. Ia mengambil motto Tahbisan : Jadilah KehendakMu (Matius 6:10). Anak sulung dari 5 bersaudara kelahiran Langgo, 6 September 1969 ini pada bulan Agustus lalu, merayakan Perak Imamatnya.

Tahun ini, RD Manfred bersama 6 yubilaris lainnya merayakan Pesta Perak Imamat. Mereka adalah RD Martin Chen, RD Edigius Menori, RD Marthen L. P Jenarut, RD Patrik Y. D Guru, RD Marsel Jehamat dan RD Rikardus Manggu.

Bagi RD Manfred, Perayaan 25 tahun atau Pesta Perak menjadi perayaan syukur karena Tuhan senantiasa berkarya dan menyertai, juga memakai drinya yang lemah untuk melakukan karyaNya. “Saya mengalami 25 tahun dengan tugas-tugas yang dipercayakan Gereja kepada saya, betul-betul saya sadari, sebagai penugasan dari Tuhan sendiri,” ucapnya.

Usai ditahbiskan menjadi Imam, RD Manfred sebagai imam baru, diantar oleh rombongan keluarga dan umat menuju Kampung Langgo. Nampak, Pastor Paroki Kumba sat itu, Almarhum RD Zakarias Jehadun ikut mengantar. Sosok RD Zakarias Jehadun dikagumi oleh RD Manfred. (Foto : Dok Pribadi)

Dalam rasa syukur akan Perak Imamat, lanjut RD Manfred, dia melihat ada banyak orang yang juga digerakan Tuhan untuk berjalan bersamanya. Praktek diakonat dijalaninya di (Gereja) Paroki Santu Fransiskus Asisi Karot, yang terletak tak jauh dari tempat ziarah umat Katolik di Ruteng, Bukit Golo Curu. Menyusul SK Pertamanya setelah tahbisan imam, menjadi Prefek Seminari Pius XII Kisol.

Mimpi Sang Kakek, Ziarah Menuju Imamat

RD Manfed menuturkan, saat ia masih kecil, kakeknya, Yakobus Hasa, yang bermukim di Langgo, selalu mendorong kedua orang tuanya untuk kelak harus menyekolahnya ke Seminari. Sempat didengar langsung oleh RD Manfred kala itu, sang Kakek pernah menceritakan sebuah mimpi kepada ayahnya.

“Dalam mimpi, saya kasih lampu gas ke Manfred,” tutur RD Manfred, menirukan pesan kakek Yakobus kepada ayahnya. RD Manfred masih ingat betul kalimat yang diucapkan kakeknya itu. Di masa kecilnya, saat sedang bermain-main dengan sahabat-sahabat kecilnya di Kampung Langgo, dia sering diberi peran sebagai “pastor”.

Foto yang memperlihatkan suasana akademis, ketika RD Manfred Habur mempertahankan Disertasi Doktoral di Universitas Salesiana Roma pada Bulan Februari 2014. (Foto : Dok Pribadi)

Waktu berlalu. Antara simpul pesan kakek agar ayahnya menyekolahkan dia ke Seminari dan simpul keceriaan dunia anak yang sering memberinya peran menjadi “pastor” bertautan, saling melebur di kurun waktu sesuai kehendakNya. Setamat Sekolah Dasar (SD) ia diterima di Seminari Kisol. Awalnya muncul keraguan dalam hati kecilnya, mengingat biaya sekolah di Seminari tak sebanding dengan penghasilan orang tuanya yang berprofesi petani.

Tanpa meminta ijin atau restu orang tua, Manfred remaja bertemu Pastor Paroki Kumba saat itu, P. Blasius Woda, SVD untuk mendaftar masuk Seminari Kisol. “Saya mau masuk Seminari, Pater,” pinta RD Manfred mantap, penuh percaya diri. Keesokan harinya, atas arahan P. Blasius, dia pun mendaftar ke Paroki Katedral Ruteng. Cukup lama menunggu berita, surat edaran pun datang. Dia diterima di Seminari Kisol. Betapa riang hati dirasakannya.

RD Manfred Habur, mengenakan kasula bergambar Bunda Maria Penolong Abadi, di kartu Pesta Perak Imamatnya. Sosok Bunda Maria, selalu menjadi andalannya sebagai penolong dan perantara doa, sejak dia menjadi seminaris. (Foto : Dok Pribadi)

Benih panggilan terus bertumbuh subur di dalam hatinya untuk menjadi imam. Ditopang dukungan keluarga dan kenangan akan teman sepermainan yang selalu mendaulatnya menjadi pemeran “pastor”. Semuanya membentuk pribadinya menjadi seorang anak yang teguh dalam menggapai cita. Prahara panggilannya sempat melanda ketika kelas 3 SMP menjelang ujian EBTANAS, ayahnya wafat. Manfred remaja sempat terpikir, bagaimana kelak biaya sekolahnya. Siapa yang akan menanggung?

Saat hajatan kenduri untuk ayahnya, keluarga besar berkumpul dan mendorongnya terus bersekolah di Seminari Kisol. “Engkau kami punya anak. Yang penting masih mau di Seminari, keluarga yang urus,” pesan keluarga yang hadir saat itu. Ia pun melanjutkan pendidikan ke SMA Seminari. Prahara ke dua datang, ketika masih di bangku kelas 2. Sang ibunda tercinta meninggal.

RD Manfred saat foto bersama promotor dan dewan penguji Disertasinya di Universitas Salesiana Roma. (Foto : Dok Pribadi)

Menjelang ujian kenaikan kelas, dia menerima sepucuk surat yang mengabarkan bahwa ibunya sedang sakit berat dan memintanya pulang menjenguk. Namun, karena ujian sudah di depan mata, RD Manfred membawa beban hati itu melalui doa kepada perantaraan Bunda Maria.

Di depan gua Maria di kompleks Seminari Kisol ia mencurahkan perasaan hatinya. “Bunda Maria, mamanya sedang sakit parah. Tolong bantuan-mu, sampai saya bisa menyelesaikan ujian sekolah.” Doa spontan itu mengalir dari lubuk hati Manfred. Ia tertunduk dalam sunyi yang mengitari taman Gua Maria. Tapi, teguh mempercayakan semuanya kepada bantuan Bunda Maria.

Beberapa hari kemudian, setelah semua roster ujian dilewati dengan baik, pada 21 Desember 1987, sekitar pukul 1 siang, bunyi lonceng pertanda ujian hari terakhir selesai. Tak lama berselang ibunya tercinta, menghembuskan nafas terakhir. Euforia suka cita karena telah selesai ujian, berganti sedih ketika malam hari ia mendapat kabar, ibunya telah meninggal siang hari tadi. Utusan keluarga menjemputnya ke Seminari.

“Pengalaman itulah yang semakin meyakinkan saya, bahwa Tuhan selalu mendengar doa dan harapan kita. Setelah kedua orang tua saya pergi, ada banyak pengalaman kesulitan, saya tetap yakin, Tuhan selalu mendengarkan dan berjalan bersama kita. Itu juga yang menginspirasi saya memilih motto tahbisan imamat saya, Jadilah KehendakMu,” kisah RD Manfred.

Foto bersama antara RD Manfred dan orang tua keluarga Lao – Langgo, menjadi kenangan tak terlupakan atas syukuran Pesta Perak Imamatnya pada tanggal 26 Agustus 2022 di Kampung Langgo. (Foto : Dok Pribadi)

Sejak peristiwa itu, RD Manfred semakin teguh dalam meniti jalan panggilan hidup yang dipilihnya. Keteguhan iman itulah yang dipegangnya terus dalam mengarungi samudera kehidupan.

“Perak Imamat ini bukan sejarah tentang saya. Siapalah saya ini. Tuhan sendiri mau menuliskan sejarahNya melalui perjalanan panggilan saya. Karena Dia yang menghendaki, maka saya selalu bilang, Tuhan, terjadilah kehendakMu,” tuturnya.

Membuka Diri dan Bekerja Sama

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Seminari Kisol pada tahun 1998, RD Manfred melanjutkan studi ke STFK Ledalero (1989-1993) lalu TOP di Seminari Pius XII Kisol (1993-1995), kembali melanjutkan Studi Teologi di STFK Ledalero (1995-1997) dan S2 Teologi Kateketik (2001-2004) serta S3 Teologi Kateketik (2011-2014) di Universitas Salesianum Roma.

RD Manfred foto bersama Tetua Gendang Langgo Langkas dan Nderu. Sepeninggal ayahanda, keluarga besar terus mendukungnya menggapai cita-cita menjadi imam. (Foto : Dok Pribadi)

Sederet jabatan penting pernah diembannya, seperti Prefek SMP Seminari Kisol (1997-1998), Staf Pembina Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret (1998-2000), Dosen di Unika St. Paulus Ruteng sejak 2004, Ketua Komkat Keuskupan Ruteng (2004-2011), Direktur Puspas Keuskupan Ruteng (2008-2011), Sekretaris Jenderal Keuskupan Ruteng dan Anggota Dewan Kuria/Konsultores Keuskupan Ruteng sejak tahun 2015 hingga kini, dan Staf Ahli Kateketik Komkat KWI sejak tahun 2019 sampai sekarang.

RD Manfred berkisah, dari semua pelayanan pastoral yang pernah dipercayakan kepadanya, yang paling berkesan adalah ketika diangkat menjadi Ketua Komisi Kateketik di Pusat Pastoral (Puspas) dan menjabat Direktur Puspas.

Foto bersama para Imam yang menghadiri Misa Syukur Tahbisan Imamatnya yang ke 25 tahun (Pesta Perak) di Kampung Langgo, 26 Agustus 2022. (Foto : Dok Pribadi)

“Dengan pengalaman berada di Puspas, kita bersama Gereja Lokal merasakan derap arah pastoral. Bersama Bapak Uskup, kita terlibat dalam memikirkan semua persoalan pastoral dan dipercayakan Bapak Uskup bersama teman-teman di semua komisi yang ada merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program Pastoral di Keuskupan Ruteng,” kisahnya.

Dari semua pengalaman itu, menurut RD Manfred, ia sampai kepada permenungan bahwa, kalau kita semua mau membuka diri dan bekerja sama, kita akan menjadi sangat kuat bersama rekan-rekan imam dan awam.

“Di Puspas dulu, menjadi kesempatan istimewa untuk merasakan dan mengalami bahwa pastoral itu berjalan bersama. Dari situ juga saya belajar. Saya selalu percaya, Tuhan memakai kita, asalkan kita selalu mau terbuka dan berjalan bersama,” ucap RD Manfred.

Be First to Comment

Leave a Reply