Penulis : Jimmy Carvallo | Pewarta KOMSOS Paroki Santu Mikael Kumba
PAROKIKUMBA.ORG – Sidang Pastoral Post Natal yang melaunching Tahun Ekonomi Berkelanjutan : Sejahtera, Adil dan Ekologis (SAE) 2023 di Rumah Retret Maria Bunda Karmel Wae Lengkas- Ruteng, 9-12 Januari 2023 telah merumuskan sejumlah Hasil Sidang sebagai komitmen bersama para peserta untuk mewujudkan Ekonomi Berkelanjutan yang Sejahtera, Adil dan Ekologis di Bumi Congka Sae.
Sidang tahunan yang dihadiri oleh 237 pelayan pastoral, termasuk utusan Dewan Pastoral Paroki, para pemimpin lembaga serta tarekat yang berkarya di Keuskupan Ruteng dan wakil pemerintah dari 3 Kabupaten (Manggarai Raya) ini resmi mencanangkan Tahun 2023 sebagai Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan SAE.
Kegiatan ini digelar di tengah keprihatinan akan sebagian umat di Keskupan Ruteng, di wilayah Manggarai Raya masih berekonomi lemah dan hidup miskin (21,63% data BPS NTT 2021).
Suasana Sidang Pastoral Post Natal Tahun Ekonomi Berkelanjutan : Sejahtera, Adil dan Ekologis di Rumah Retret Maria Bunda Karmel Wae Lengkas, Ruteng 9-12 Januari 2023. (Foto : KOMSOS-KR)
Namun, ada hal menarik yang muncul dari dinamika diskusi-diskusi dan memantik keprihatinan dalam Pertemuan Pastoral tersebut. Sejumlah peserta yang datang dari berbagai paroki yang ada di Keuskupan Ruteng, “membongkar” perilaku tidak terpuji yang sedang marak terjadi di tengah masyarakat yang dilanda kemiskinan dan krisis ekonomi rumah tangga.
Sejumlah orang mempraktekkan peminjaman uang dengan bunga tinggi berkedok “koperasi”. Ketika koperasi resmi berbadan hukum mematok angka bunga 0,9%, tak tanggung-tanggung para rentenir menjerat “nasabahnya” dengan bunga antara 10, 20 bahkan 30 persen.
Ulah para rentenir ini, masih menjadi bahan diskusi berkepanjangan ketika Hasil Sidang Pastoral disosialisasikan di tingkat Kevikepan dan Paroki-paroki. Di Rapat Evaluasi dan Penyusunan Program Tahun Ekonomi Berkelanjutan 2023 di Paroki Santu Mikael Kumba belum lama ini, misalnya, peserta rapat yang datang dari 90 KBG, ada pula yang mengangkat kenyataan suram ini untuk menjadi perhatian dan gerakan bersama menangkal pemiskinan umat.
Ketika gereja (umat Allah) bersama-sama berjuang melayani peradaban kemanusiaan yang solider dan membangun martabat kemanusiaan dengan gerakan-gerakan ekonomi dalam perspektif Ajaran Sosial Gereja (ASG), para rentenir malah bergerak dengan arah terbalik, mencekik ekonomi sesama demi meraup rupiah yang fantastis. Kerja atau mencari nafkah dengan cara “jalan pintas” seperti ini menjadi sorotan di tahun dengan tema Ekonomi.
Nardi Jaya, penulis Buku “Rentenir Politik” salah seorang peserta Sidang Pastoral Post Natal Tahun Ekonomi Berkelanjutan di Wae Lengkas, Ruteng. (Foto : DOK PRIBADI)
Adalah Nardi Jaya, penulis buku ‘Rentenir Politik’, salah satu dari beberapa peserta Sidang Pastoral yang mengangkat fenomena ini dengan gamblang. “Rentenir menjadi keprihatinan kita saat ini. Mereka mengatasnamakan koperasi, padahal sebenarnya hanya pencatutan nama. Meminjamkan uang kepada debitur dengan bunga yang sangat fantastis dan tidak masuk akal,” kata Nardi kepada semua peserta Sidang Pastoral.
Di Manggarai, lanjut Nardi, para rentenir merajalela bahkan sampai ke pelosok-pelosok kampung. “Sadisnya, setelah saya telusuri, bos atau pemilik uang dalam praktik ini ternyata kebanyakan politisi atau aktivis politik,” ucapnya sambil menambahkan, dalam buku terbarunya, berjudul Rentenir Politik, hal ini diuraikannya dengan panjang lebar.
Gereja Mesti Mengambil Inisiatif
Ketua Pelaksana I DPP Paroki Kristus Raja, Mbaumuku, Ignasius Fidelis Teren, menjawab PAROKIKUMBA.ORG, Rabu (8/2/2023) mengatakan, dirinya sangat prihatin dengan ulah para rentenir yang sering memakai istilah “koperasi” dalam menjalankan bisnis bunga uang mereka.
Igansius Fidelis Teren, Ketua Pelaksana I Dewan Pastoral (DPP) Paroki Kristus Raja Mbaumuku, Keuskupan Ruteng. (Foto : DOK PRIBADI)
“Sangat-sangat prihatin dengan para rentenir. Mereka ada yang mempraktekkan bunga harian, mingguan dan bulanan yang sangat tinggi, tidak masuk akal. Sering orang yang punya usaha kecil atau kios pinjam dan setiap hari harus bayar, atau setiap minggu dan bulan,” kata Egi, sapaan Ignatius Teren.
Menurutnya, Gereja harus bisa berpikir mencari cara yang baik untuk mengatasi kebutuhan ekonomi umat sehingga mereka tidak dikuasai atau menjadi mainan para rentenir. Kenyataan yang ada, lanjutnya, banyak kemudahan yang ditawarkan oleh seorang rentenir dalam memberi bunga uang. Salah satunya, prosesnya mudah, namun dengan bunga sangat tinggi. ‘Karena butuh, ya, orang akhirnya ambil saja, dan kelemahan ini diketahui dengan baik oleh rentenir.”
Egi berharap, Gereja harus bisa berpikir untuk mengatasi persoalan ini. “Umat mau ke mana ketika keadaan ekonomi terdesak? Gereja harus berpikir untuk mengatasi ini. Salah satunya, perlu ada pendampingan dari pihak gereja untuk membangun usaha ekonomi yang bisa membantu umat. Misalnya, holtikultura, menanam sayur-sayuran. Selama ini memang gereja sudah beri pendampingan dengan pembuatan pupuk organik. Tapi, di sisi lain ya, gereja juga mestinya memberi perhatian atau ikut membantu mencari jalan sampai tingkat pemasaran. Karena usaha ekonomi kreatif dan produktif menjanjikan dan bisa mengatasi renternir,”jelas Egi.
Pendampingan pembuatan kandang kambing dan bantuan ternak kambing kepada kelompok umat yang ada di wilayah Paroki Santu Mikael Kumba, sebagai salah satu strategi membantu taraf hidup ekonomi umat. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Dia mencontohkan, di Paroki Kristus Raja Mbaumuku, selama ini telah ada program babi (betina) bergulir di mana kegiatan pemberdayaan ekonomi ini menolong banyak umat untuk membantu meningkatkan taraf hidup.
“Yang terima program, dalam waktu 1 tahun mereka harus kembalikan 1 ekor anak babi lagi. Selain itu, umat yang terima bantuan wajib masuk anggota koperasi Kopkardios. Dengan menjadi anggota, dalam waktu 3 bulan mereka sudah bisa meminjam uang di koperasi dengan bunga yang rendah, tidak tidak perlu terjerat rentenir,” kata Egi.
Memberdayakan Ekonomi Umat
Pegiat koperasi yang juga Direktur Lembaga Nusa Bunga Mandiri, Kanisius T. Deki, dimintai tanggapannya, mengatakan problem tekanan hidup yang melanda banyak orang, sementara sumber-sumber pendapatan ekonomi tidak tetap, menyebabkan masyarakat sering punya kecederungan instan.
Pegiat Koperasi dan Direktur Lembaga Nusa Bunga, Kanisius Teobald Deki, MTh. (Foto : DOK PRIBADI)
“Mereka mau mendapat uang yang diperlukan dengan cepat tapi menempuh jalan yang salah. Tidak sadar, bahwa proses pemberian uang yang cepat dari rentenir, menjerat mereka dengan bunga yang sangat tinggi. Mereka menemukan orang yang menawarkan uang yang cepat, bisa beri uang secara cepat dan akibatnya utang jadi besar,” tutur Kanis.
Kanis menambahkan, realitas ini seharusnya tugas kita bersama, termasuk gereja dengan mengedukasi masyarakat agar masyarakat memiliki semangat kerja, etos bekerja yang tinggi. “Orang diajak kembali ke spiritualitas Kitab Suci yang memberikan nilai mulia pada kerja. Orang harus bekerja. Ada banyak variasi peluang pekerjaan, tinggal bagaimana orang menemukannya baik di sektor riil maupun jasa. Keluarga-keluarga juga diarahkan agar bisa mengatur keuangan supaya ekonomi bisa tergaja, tidak boleh boros atau salah mengunakan uang. Kita sebut saja, literasi keuangan, misalnya tidak boleh berjudi,” tutur Kanis.
Ia mengungkapkan, Gereja perlu terus mendorong dan memberdayakan ekonomi umat, jangan hanya menerima saja dari umat dalam bentuk iuran seperti memungut pajak. “Gereja harus bisa memberdayakan, turun bertemu keluarga-keluarga, tempat-tempat usaha yang dijalankan umat, misalnya bertemu, berdialog dengan orang buka warung. Sambil juga mengajak orang lain bersama memberdayakan atau mempekerjakan sesama yang membutuhkan pekerjaan,” tambahnya.
Menurut Kanis, Gereja juga sebaiknya menjadi semacam mediator yang memotivasi dan memediasi umat, termasuk para pekerja agar kehidupan mereka lebih sejahtera secara bersama, ekonomi mengalami perbaikan bersama. “Pemerintah harus melarang berbagai praktik berkedok koperasi seperti ini, dengan mengatur regulasi terhadap para rentenir. Memang hal ini cukup sulit, yang lebih penting kita semua sebagai gereja memperkuat perilaku masyarakat, kalau mereka mau menawarkan uang bunga jangan diterima, karena itu sangat beresiko,” kata Kanis.
Dalam rangka membantu umat mendapatkan sembako dengan harga terjangkau di tengah krisis ekonomi yang sedang melanda masyarakat, Paroki Kumba dalam waktu tertentu, bekerja sama dengan Dinas Perindagkop mengadakan Bazar Murah di kompleks Gereja. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Tak berlebihan bila keprihatinan atas ulah “makan riba” dari para rentenir lalu “masuk” ke ruang rapat Sidang Pastoral. Tahun Ekonomi Berkelanjutan salah satunya, berangkat dari konteks realitas kehidupan sosial-ekonomi Manggarai Raya. Jangan sampai, profesi rentenir dianggap sebagai pekerjaan mulia ketika mereka juga menjadi sumber penyebab kemiskinan baru di tengah masyarakat.
Terlebih, jangan sampai juga ada kolekte yang masuk ke rumah ibadah, Gereja, yang dibawa dari hasil ‘jerih payah’ yang tidak terpuji ini, sambil berdoa,” Terima kasih Tuhan, atas rejeki hidup berlimpah yang telah Engkau berikan”.
Para rentenir, bisa saja berkata,”Sudah tahu bunga tinggi, siapa suruh pinjam,” namun, itu tak bedanya, ketika ada tetangga kita yang menderita kelaparan, lalu datang meminta makanan, kita memberi mereka racun. Setelah mereka mati, kita berkata dengan enteng,”Siapa suruh makan, sudah tahu itu racun”.
Karena maraknya praktek bunga uang di tengah masyarakat adalah racun mematikan yang membunuh perlahan-lahan (ekonomi) sesama kita yang berpeluh, berjuang untuk bangkit dari keterpurukan.*
Be First to Comment