Penulis : Kanisius Teobaldus Deki | Umat KBG Ave Maria, Wilayah Bukit Zaitun – Paroki Santu Mikael Kumba
Saya lupa tahun pastinya. Waktu itu saya terpilih menjadi Ketua Komisi Kerasulan Kitab Suci Paroki Kumba. Keterpilihan itu memang sebuah langkah yang benar. Setidaknya dari sisi posisi, saya mengajar Kitab Suci di Program Studi Teologi. Kompetensi bidang mumpuni. Selain mengajar Kitab Suci, saya menjadi anggota Asosiasi Kitab Suci Indonesia bersama rekan-rekan pengajar kitab suci Katolik-Protestan juga anggota Lembaga Biblika Indonesia (LBI), lembaga kitab suci khusus Katolik.
Salah satu hal yang kami dari Komisi Kreasulan Kitab Suci adalah membuat media yang diberi nama Kreba St. Mikhael. Isinya adalah renungan dan beberapa pengumuman penting. Media ini semacam buletin yang berisi 4-8 halaman. Kami membagikannya di pintu-pintu masuk gereja. Lalu umat memberi ongkos cetak mulai dari Rp.1.000 sampai Rp.5.000. Kami bergembira karena respons umat sangat baik. Hal itu ditandai dengan pelbagai komentar, baik langsung maupun melalui media kepada kami.
Kami bersemangat menerbitkan Kreba St. Mikhael Kumba secara berkala setiap minggu. Oplag cetak mulai dari 100 hingga 400 setiap hari minggu. Semangat ini kemudian mengalami kendala. Persoalan utamanya adalah waktu. Saya sudah mulai mengalami kesulitan mengerjakan media ini. Tuntutan kebutuhan pekerjaan lain mewajibkan saya memilih. Sementara kaderisasi dalam Komisi belum berjalan. Jadinya, media Kreba St. Mikhael ini berakhir tanpa dilanjutkan lagi.
Tak lama berselang, sesudah itu, Paroki Katedral Ruteng membangun media serupa dan diberi nama: Kreba Di’a. Media ini memiliki tiras 1.000 eks setiap kali terbit. Pengelolaannya yang baik oleh tim khusus membuat media ini bertahan hingga saat ini. Bahkan ketika media online mengepung dari pelbagai sisi, Kreba Di’a Katedral tetap eksist. Sesuatu yang membanggakan!
Kebanggaan ini tentu menaruh harapan agar media seperti ini terus berkembang dan bahkan memungkinkan adanya perekrutan tenaga khusus profesional sehingga selain mendatangkan manfaat bagi paroki dan umat tetapi juga membuka ruang baru bagi pekerja media.
Rupanya Paroki St. Mikhael Kumba tetap memiliki kiblat pada media. Sejalan dengan arahan Dokumen Gereja tentang perlunya media dalam pemberitaan Injil. Sedemikian pentingnya sehingga Gereja sejagat mengeluarkan dokumen tentang internet dengan judul: Gereja dan Internet (Seri Dokumen Gereja 111, 2019).
Dokumen ini mengatakan bahwa Perhatian Gereja pada Internet merupakan ungkapan istimewa atas perhatiannya yang sudah berlangsung lama terhadap media komunikasi sosial. Dengan memandang media sebagai hasil proses sejarah ilmu pengetahuan yang melaluinya umat manusia berkembang “makin maju dalam penemuan sumber-sumber daya serta nilai-nilai yang terdapat dalam seluruh alam ciptaan”.
Para pelajar yang ada di Paroki Kumba sedang mengikuti Misa Jumat Pertama di Gereja Santu Mikael. Generasi milenial kian akrab dengan teknologi seperti handphone. Mereka diharapkan selalu mendapat perhatian lebih dari orang tua untuk menggunakannya sebagai media komunikasi sosial secara positif. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Gereja kerap menyatakan keyakinannya, bahwa media komunikasi sosial, sebagaimana ditegaskan oleh Konsili Vatikan II, merupakan “penemuan-penemuan teknologi yang mengagumkan” yang meski telah melakukan banyak hal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, masih dapat berbuat lebih banyak lagi. Dengan demikian, Gereja telah mengambil pendekatan yang pada dasarnya positif terhadap media sosial.
Ajaran Pastoral tentang Sarana Komunikasi Sosial Communio et Progressio, yang diterbitkan pada tahun 1971, menggarisbawahi aspek tersebut: “Gereja memandang sarana-sarana ini sebagai ‘anugerah-anugerah Allah’, sesuai rencana Penyelenggaraan Ilahi, dimaksudkan untuk menyatukan manusia dalam ikatan persaudaraan, agar menjadi teman sekerja dalam rencana-rencana penyelamatan-Nya”. Hal tersebut tetap menjadi pandangan Gereja, dan itulah pandangan yang Gereja pegang tentang Internet.
Dokumen ini menolong banyak pihak dalam institusi Gereja untuk mulai menariknya ke lini tindakan. Internet tidak lagi dipandang sebagai setan kemajuan, melainkan malaikat yang mempermudah banyak hal termasuk penyampaian pewartaan injil, baik melalui kata-kata verbal (berita, renungan, dokumen resmi gereja) maupun melalui video.
Aplikasi-aplikasi yang memanfaatkan jasa internet bertumbuh subur. Media sosial dengan pelbagai namanya mengusung manfaat yang luar biasa. Facebook, Tiktok, Instagram menjadi media yang dapat dipakai untuk memberikan informasi tentang sabda dan pengalaman spiritual dengan Tuhan dan sesama melalui video pendek ataupun sekedar ucapan sederhana yang memotivasi.
Paroki Kumba sebagai sebuah komunitas umat menangkap peluang itu. Pembuatan website parokikumba.org menjadi sebuah orientasi baru dalam menjalankan pastoral. Website ini menjadi “ruang baru” bagi umat paroki untuk membangun komunikasi yang intens dua arah.
Arah pertama, media ini bertutur tentang pengalaman iman umat di keluarga-keluarga dan KBG-KBG. Peristiwa yang terjadi di KBG diwartakan media. Renungan-renungan dan opini-opini menjadi inspirasi bagi umat untuk mengolah hidupnya berbasis firman Tuhan dan laku hidup spiritualitas Katolik.
Arah kedua, media ini menciptakan rasa “kekitaan”. Kita adalah umat yang berziarah menuju kepada keselamatan. Keselamatan itu bukan sesuatu yang nanti, tetapi mulai dari saat ini, sekarang ini dan di sini (hic et nunc). Sebagai sebuah komunitas paroki, kita adalah satu kesatuan. Gabungan dari setiap pribadi, keluarga, komunitas dan KBG serta wilayah. Kita bukan lagi orang perorang, individu per individu, kelompok per kelompok. Kita adalah satu kesatuan (unitas, unio).
Dalam “kekitaan” itu, muncul persatuan, solidaritas yang saling memperhatikan dan berbagi. Kesusahan seorang hendaklah menjadi kesusahan bersama sebagaimana diungkap oleh cara hidup jemaat perdana (Kis 2:41-47) dan mengutamakan hukum kasih (Mat 22:37-40, Mark 12:29-31). Terlahir kebiasaan saling berbagi.
Jikalau budaya Manggarai membiasakan pengumpulan uang secara kolektif (kumpul kope, wuat wa’I, bowo wae), tradisi yang serupa bisa dibangun melalui soilidaritas umat di keluarga dan KBG melalui wadah paroki. Ambil misal, bedah rumah janda oleh paroki di KBG A. Bantuan keuangan untuk anak sekolah di KBG B. Bantuan pengobatan untuk lansia di KBG C.
Itulah isi berita dalam media paroki ini. Cerita tentang kabar baik kita (kreba di’a dite) yang dilakukan sebagai sebuah gerakan bersama seluruh paroki dengan metode dari kita, oleh kita dan untuk kita. Kreba Di’a Dite menjadi sebuah berita gembira yang dinanti-nantikan setiap orang yang membaca dan mengakses media paroki ini.
Misa launching Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan (SAE) tingkat Paroki Kumba di Gereja Santu Mikael Kumba. Berkat peliputan khusus peristiwa ini melalui website Paroki, umat – termasuk umat yang sedang merantau ke daerah lain, bisa mengikuti beritanya secara lengkap. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)
Ada tradisi yang bagus dalam Gereja Katolik yakni menyampaikan peringatan orang kudus, santo dan santa setiap hari. Bahkan nama mereka sudah diberi tanggal tertentu dalam kalendrium sehingga nama-nama anak yang hendak dibaptis dipilih dari nama-nama ini. Media paroki Kumba memuat juga beberapa sosok yang patut menjadi inspirasi bagi pembacanya.
Sosok atau profil tertentu menjadi sebuah tradisi yang baik. Manusia memang tak luput dari noda dan dosa. Namun mengatakan sesuatu yang positif dari kepribadian mereka adalah hal yang baik. Hal itu mendorong para pembaca untuk menunjukkan sisi positif dirinya kepada orang lain atau komunitas sehingga makin banyak orang yang berpikir dan berperilaku positif dan berprestasi.
Hampir tak terasa, website media paroki Kumba ini sudah setahun. Perjalanan yang kiranya tak selalu mulus. Tentu ada hambatan. Syukurlah, kehadiran pengelola khusus yang profesional, Jimmy Carvallo, menumbuhkan harapan untuk pertumbuhan dan perkembangan website media paroki ini ke depannya.
Media website paroki ini, sejauh yang kami pantau, menjadi pemandu dan rujukan bagi paroki lain di Keuskupan Ruteng. Terus bergerak memberitakan kebaikan bagaikan mulut yang berhiaskan permata dan lidah yang memiliki emas (mu’u luju, lema emas).
Comments are closed.