Oleh : Jimmy Carvallo | Redaktur Portal PAROKIKUMBA.ORG
Di sepanjang zaman, selalu ada kisah atau cerita menyentuh hati tentang seorang bapa yang selalu menjadi “malaikat tak bersayap” di dalam ingatan dan kenangan anak-anaknya. Ada bapa yang berjuang tak kenal lelah untuk menafkahi keluarganya, bapa yang saban hari mengamen, menjadi pemulung, mengayuh becak, mendayung perahu melawan gelombang ganas di lautan lepas hanya demi sesuap nasi dan masa depan anak-anaknya. Bahkan ada bapa yang gugur di medan perang, mati tetindih galian pasir atau tambang, kecelakaan di tengah lalu lintas yang ramai dalam perjuangan menghidupkan anak-anaknya.
Dunia tanpa kehadiran sosok seorang bapa bagaikan sepeda ontel yang kehilangan salah satu ban-nya. Tak hanya terseok-seok, tetapi nyaris sulit memastikan setir (kemudi) tak salah arah tujuan di jalanan yang berdebu dan licin. Dari seorang bapa, warisan terbesar yang didapatkan seorang anak adalah cinta kasihnya yang abadi dan indah. Dalam pelukan seorang ayah, semangat, kekuatan, ketenangan dan kedamaian hati selalu menjadi sesuatu yang sangat dirasakan. Itu yang paling dirindukan kapan dan di manapun.
Perumpamaan yang ada dalam Injil Lukas yang paling saya sukai adalah perumpamaan tentang kembalinya si anak hilang. Sebuah kisah indah dan inspiratif yang diceritakan Yesus tentang seorang bapa dan dua anaknya (Lukas 15:1-32). Kisah ini selalu menarik dan mengajak agar tak pernah berhenti merindukan “pulang ke rumah” di tengah dunia yang penat, penuh godaan dan perjuangan. Dunia yang selalu “menyihir” – membuat kita kadang tak menyadari bahwa kita sesungguhnya sedang “hilang” di tengah peziarahan mencari arti hidup.
Kisah si anak hilang sebenarnya menggambarkan diri kita, yang selalu ingin pergi menggapai, mengejar semua yang diinginkan, sebuah rasa percaya diri yang “acuh tak acuh” bahkan kalau pun harus “meninggalkan rumah” di mana kita seharusnya berada. Kisah hidup Nicky Cruz dalam buku biografinya berjudul “Aku Takkan Menangis Lagi” bisa menjadi cerminan bagaimana sifat anak bungsu selalu melekat pada diri kita dan tak ada jalan lain untuk bangkit dari keterpurukan selain “pulang ke rumah” di mana kasih dan pengampunan Bapa tersedia berlimpah-limpah. Hanya dalam kasih Bapa berbagai kerinduan kita bisa terpenuhi dengan sempurna.Bapa yang berbelas kasih, anak bungsu yang melarat dan memilih pulang ke dalam dekapan kasih bapanya yang rindu, dan anak sulung yang ‘banyak kritik’ dan keluhan, merupakan sebuah gambaran yang sangat kaya arti dengan berbagai sudut penceritaan/pengisahan. Di atas semuanya, ada sosok bapa yang mengasihi semua anaknya dengan kasih yang tak terbagi, kasih yang “mengejutkan” karena datang dari Hati yang selalu bernyala-nyala : mengampuni. Memaafkan. Kasih itulah yang juga mengajak kita berhenti meratapi kemalangan dan nestapa hidup, memilih ‘putar haluan” pulang kepada Bapa yang selalu merindukan kita.
Setiap memasuki masa Prapaskah, ada banyak paroki yang menyelenggarakan pelayanan Sakramen Tobat dan Misa di KBG-KBG. Ini momen berahmat. Istimewa. Para imam mengunjungi umat yang ada di setiap KBG untuk memberikan Sakramen Tobat dan setelahnya merayakan Ekaristi bersama-sama. Sebaliknya, di hampir semua bilik atau kamar pengakuan dosa yang ada di dalam Gereja, selalu sepi dari kunjungan umat yang ingin menerima Sakramen Rekonsiliasi. Baru tampak ramai kalau ada jadwal pengakuan pelajar yang datang berbondong-bondong. Itu pun hanya terjadi saat masa Prapaskah dan Adven. Di luar dua kalender liturgi itu, sangat jarang ada yang mendekatinya, apalagi berlutut di hadapannya.
Kisah anak yang hilang menyimpan pesan mendalam dan permenungan tak habis tentang Bapa yang berbelas kasih. Belas kasih itu tak bersyarat dan selalu mengalir bagaikan sungai yang tak pernah kering. Pengalaman pernah disentuh oleh Kasih Bapa yang mencintai tanpa batas itu, selalu mendorong kita pula untuk selalu menjadi penyalur berkat bagi sesama, dimulai dari dalam lingkungan paling kecil, keluarga hingga di tengah komunitas hidup bersama di mana kita berada. Santa Teresa dari Calcuta penah menulis : kita berharga bagiNya. Yang meregang jiwa di jalan berharga bagiNya. Jutawan itu, berharga bagiNya. Pendosa itu berharga bagiNya. Karena Dia mencintai kita.[]
Redaksi Media Informasi dan Komunikasi PAROKIKUMBA.ORG menerima naskah/artikel berupa sharing pengalaman iman, renungan singkat untuk Rubrik INSPIRASI AKHIR PEKAN yang terbit setiap Hari Sabtu. Panjang naskah maksimal 500 kata dan diketik rapih. Naskah dikirim dengan format Microsoft Word melalui nomor WahatssApp (WA) 081 338215478. Terima kasih.
Comments are closed.