Oleh : Sr. Florensia Imelda Seran, SCSC | Biarawati di Kongregasi Suster-Suster Katekis Hati Kudus (SCSC) Ruteng.
Hari Minggu Paskah V, 18 Mei 2025. Injil : Yohanes 13 : 31-33a. 34:35
Tentang kasih, Paus Fransiskus pernah mengatakan, “Kasih adalah cara untuk mengatasi perbedaan. Kita tidak dapat membangun dunia yang lebih baik tanpa kasih yang tulus dan tanpa syarat. Kasih yang sejati adalah kasih yang melampaui batas-batas yang kita buat sendiri.”
Dalam bacaan Injil Yohanes 13:31-35, kita menemukan momen penting dalam kehidupan Yesus dan para murid-Nya. Setelah mengungkapkan pengkhianatan yang akan dilakukan oleh Yudas, Yesus mengajak para murid untuk memahami esensi dari kasih yang sejati. Ia berkata, “Aku memberi kamu perintah baru: Kasihilah seorang akan yang lain. Seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Dalam pernyataan ini, Yesus menekankan bahwa kasih yang Ia ajarkan melampaui batas-batas perbedaan, latar belakang, dan kesalahan masa lalu.
Di tengah dunia yang sering kali dibagi oleh perbedaan baik itu ras, agama, atau status sosial kasih yang diajarkan Yesus adalah kasih yang tanpa syarat. Kasih ini tidak bergantung pada jasa atau balasan. Dalam banyak situasi, kita sering terjebak dalam pola pikir yang mengharapkan imbalan atas kebaikan yang kita lakukan. Kita cenderung mengasihi orang-orang yang kita anggap layak atau yang memberikan manfaat bagi kita. Namun, kasih yang sejati, sebagaimana diajarkan oleh Yesus, adalah kasih yang bersedia memberi tanpa mengharapkan apa pun sebagai balasan.
Salah satu tantangan terbesar dalam mengasihi adalah kemampuan untuk memaafkan. Dalam dunia yang penuh dengan luka dan pengkhianatan, kita sering kali menemukan diri kita sulit untuk mengampuni. Kita terjebak dalam kenangan masa lalu dan kesalahan orang lain, sehingga menghalangi kita untuk melihat mereka dengan mata kasih. Namun, Yesus mengajak kita untuk melihat setiap orang sebagai ciptaan Allah yang berharga, terlepas dari masa lalu mereka.
Kisah pertobatan St. Agustinus adalah contoh nyata dari kasih yang melampaui batas. St. Agustinus, yang dikenal dengan kehidupan yang penuh dosa sebelum pertobatannya, menunjukkan bahwa setiap orang, tidak peduli seberapa kelam masa lalunya, memiliki potensi untuk berubah dan menjadi alat kasih Allah di dunia. Setiap orang kudus memiliki masa lalu, dan setiap orang berdosa memiliki masa depan. Ini adalah pengingat bahwa kasih Allah tidak terbatas pada mereka yang dianggap baik atau benar, tetapi juga mencakup mereka yang tersesat. Mengenai hal ini, St. Agustinus menulis, “Cinta adalah dua jiwa yang bersatu dalam satu tujuan. Kita tidak dapat mengasihi dengan sepenuh hati jika kita terus-menerus mengingat kesalahan masa lalu. Kasih yang sejati adalah tentang memberi kesempatan kedua kepada orang lain.”Dalam menjalani hidup ini, kita perlu mengasah ketajaman spiritual kita agar dapat mencintai tanpa memandang bulu. Ini berarti kita harus berusaha untuk melihat orang lain dengan kaca mata Tuhan, yang melihat bukan hanya apa yang tampak di permukaan, tetapi juga potensi dan nilai yang ada dalam setiap individu. Mengasihi sampai kita merasa sakit bukanlah hal yang mudah, tetapi itulah panggilan kita sebagai pengikut Kristus. Dengan mengasihi sesama yang bersalah, kita memberikan kesempatan kedua bagi mereka untuk bangkit dari kesalahan mereka. Kasih dapat mengubah hidup yang kelam menjadi lebih baik.
Kasih yang sejati adalah kasih yang bersedia berkorban, yang mau merasakan penderitaan orang lain, dan yang siap untuk menjangkau mereka yang terpinggirkan. Dalam situasi dunia saat ini, di mana banyak orang merasa terasing dan tidak dicintai, kita dipanggil untuk menjadi agen kasih yang melampaui batas-batas yang ada.
Kasih yang melampaui batas perbedaan adalah inti dari ajaran Kristus. Dalam dunia yang sering kali terpecah belah, kita diundang untuk menjadi pembawa kasih yang tidak bersyarat. Dengan mengingat bahwa setiap orang, terlepas dari masa lalu dan latar belakang mereka, berhak untuk dikasihi, kita dapat membangun komunitas yang lebih inklusif dan penuh kasih. Mari kita terus belajar bahwa kasih yang tulus adalah kekuatan yang dapat mengubah dunia. Dalam setiap tindakan kasih, kita berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih baik, di mana setiap orang merasa dihargai dan dicintai. “Kasih adalah sumber dari semua rahmat. Ketika kita mengasihi, kita menciptakan ruang bagi Allah untuk bekerja dalam hidup kita dan hidup orang lain” (Sta. Faustina).
Redaksi Media Informasi dan Komunikasi PAROKIKUMBA.ORG menerima naskah/artikel berupa sharing pengalaman iman, renungan singkat untuk Rubrik INSPIRASI AKHIR PEKAN yang terbit setiap Hari Sabtu. Panjang naskah maksimal 500 kata dan diketik rapih. Naskah dikirim dengan format Microsoft Word melalui nomor WahatssApp (WA) 081 338215478. Terima kasih.
Comments are closed.