Press "Enter" to skip to content

Ajaib! 19 Tahun Dikubur, Jenazah Seorang Biarawati di Ruteng Tetap Utuh

Penulis : Jimmy Carvallo | Pewarta KOMSOS Paroki Santu Mikael Kumba

PAROKIKUMBA.ORG – JUMAT, 19 Mei 2023. Menjelang siang, terik cahaya matahari terasa hangat, di Kota Ruteng yang berhawa dingin. Di kompleks pemakaman umum di Lawir, sekelompok orang, tak lain anggota keluarga Sr. Yulia Ndama, OSU sedang bekerja menggali kembali makam biarawati yang wafat 19 tahun lalu. Di antara mereka nampak ada pula 4 biarawati dari Ordo Santa Ursula (Ursulin).

Hari itu, mereka melakukan pengangkatan kembali jasad biarawati asal Manggarai itu, untuk dipindahkan ke Biara Ursulin di Ende, setelah sebelumnya pihak biara dan keluarga Sr. Yulia bertemu dan bersepakat untuk memindahkannya. Tak jauh dari makam yang sedang digali, sebuah peti jenasah baru telah dipersiapkan. Malam sebelum penggalian kubur, keluarga mengadakan ritus adat Teing Hang.

Foto Sr. Juliana Timung Ndama, OSU, atau yang dikenal dengan nama biara sebagai Sr. Yulia Ndama. Ia mengabdi sebagai biarawati di Ordo Santa Ursula (Ursulin) dan wafat pada 14 Agustus 2004. Setelah 19 tahun dimakamkan, jenasahnya masih utuh, saat digali kembali di pemakaman Kampung Lawir di Ruteng, Manggarai. (Foto : DOK. PAROKIKUMBA.ORG)

“Ada peti jenasah baru yang disiapkan untuk menaruh tulang-belulang Sr. Yulia yang kemudian akan dihantar ke Ende. Persiapan acaranya sudah dilakukan dengan baik, antara pihak keluarga dengan pihak Komunitas Suster Ursulin. Bulan lalu, dua suster datang bertemu kami untuk minta persetujuan keluarga dan kami semua tidak keberatan, karena kami tahu bahwa Sr. Yulia anggota Ordo atau biara Ursulin,” cerita Petronela Badus, 50 tahun, seorang anggota keluarga Sr. Yulia di Lawir yang ikut menyaksikan peristiwa itu.

19 tahun lalu, jenasah Sr. Yulia dimakamkan di tanah perkebunan milik keluarganya yang berdekatan dengan kompleks pemakaman umum warga Lawir, Kecamatan Langke Rembong di Ruteng. Dihadiri anggota keluarga dan biarawati Ursulin, yakni Sr. Imelda Sukria, OSU dan Sr. Yosefina Ule, OSU dari Komunitas Ursulin Ende, juga Sr. Yustin Tri Astoeti, OSU dari Komunitas Ursulin Ruteng, penggalian kembali jenazah dilakukan dengan penuh hormat.

Namun, hal yang tak terduga terjadi saat penggalian hampir rampung, terlihat peti jenasah Sr. Yulia masih utuh sempurna, tak terlihat ada kerusakan sedikit pun pada peti yang hendak di angkat dari dalam lubang kuburan. Setelah peti jenasah diangkat, semua yang hadir kembali terperanjat, kaget bercampur kagum, karena dari kotak kaca persegi empat yang dipasang di atas peti tersebut mereka menyaksikan keadaan jenasah Sr. Yulia. Tutup peti lalu dibuka oleh keluarga untuk sesaat, disaksikan semua orang yang hadir.

Peti jenazah Sr Yulia setelah diangkat dari makamnya saat penggalian kembali oleh keluarga dan para suster Ordo Ursulin di pemakaman keluarga di Kampung Lawir, Ruteng, Jumat, 19 Mei 2023 menjelang siang. Tampak peti jenasahnya yang juga masih utuh. (Foto : DOK. PRIBADI)

Jenazah biarawati yang dikuburkan 19 tahun lalu itu, nampak masih utuh. Tak hanya itu, pakaian biarawati berwarna putih dan tudung yang dikenakannya juga masih utuh. Setangkai bunga mawar hidup yang dulu disematkan di sisi dada kiri baju biarawatinya, nampak sudah kering tapi masih ada. Kelopak bunga dan dedaunannya masih terlihat.

“Kami keluarga sangat terharu waktu melihat kedaan jenazah Sr. Yulia, masih macam waktu dia meninggal dulu. Kami semua yang hadir di acara penggalian kubur, semuanya kaget. Kami terharu melihat suster. Setelah digali sekitar jam 10, hampir jam 12 lalu kami antar peti jenazahnya ke rumahnya yang kami tinggal di sini,” kisah Nela, panggilan keseharian Petronela. Peti jenasah baru yang telah disiapkan untuk memindahkan tulang mendiang Sr. Yulia, dibakar karena tidak digunakan lagi.

Jejak Pengabdian dan Karya Pelayanan

Sr. Juliana Timung Ndama, OSU, atau yang dikenal dengan nama biara sebagai Sr. Julia Ndama, adalah anak ke 6 dari pasangan Bapak Blasius Ndama (almarhum) dan Mama Klara Duhung (almarhumah). Ia lahir di Ruteng pada 9 Oktober 1945.  Pada 8 Desember 1996 ia masuk Postulat dan setahun kemudian menjadi Novis di Ordo Santa Ursula.

Kaul pertamanya diterima di Komunitas Biara Ursulin Santa Maria, Juanda – Jakarta, 21 November 1969. Kaul Kekal lalu diterima di Biara Santa Ursula Ende pada 28 November 1974. Masa Tertiat (pembaharuan hidup membiara) di Biara Sancta Angela, Merdeka Bandung tahun1986.

Tampak peti jenasah tempat Sr. Yulia terbaring setelah wafatnya pada 14 Agustus 2004, seteLah menghembuskan nafas terakhir di RSU Ruteng. Ia wafat pada usia 60 tahun dan dikenal sebagai seorang biarawati yang murah senyum, baik hati dan disiplin dalam hidupnya. (Foto : DOK PRIBADI)

Ia pernah berkarya di Komunitas Ursulin Santa Maria, Juanda Jakarta (1969), Komunitas Santa Ursula Ende (1972), Sancta Angela, Merdeka – Bandung (1984), Komunitas Ursulin Maria Assumpta – Klaten (1988), Komunitas Santa Angela Ruteng (1992), Komunitas Santa Angela, Merdeka – Bandung (1998), Komunitas Santa Angela – Labuan Bajo (2000) dan terakhir di Komunitas Biara Santa Angela – Ruteng (2003). Ia wafat pada 14 Agustus 2004 di RSU Ruteng.

Berbagai tugas pernah dipercayakan kepadanya, seperti pekerja sosial yang melakukan karya-karya pengabdian sosial (sosial work) , Kepala Sekolah di sejumlah sekolah milik Ursulin (Ursulin School – School Principal) dan kerja-kerja karya pastoral, seperti membantu di Paroki, mengantar komuni kepada orang sakit dan lansia, memimpin katekese dan rekoleksi di lingkunganan paroki (Pastoral).

Tekun Berdoa Rosario

Pimpinan Komunitas Ordo Ursulin Ruteng, Sr. Marita Din, OSU, 62 tahun, ditemui PAROKIKUMBA.ORG, Sabtu, 27 Mei 2023, berkisah, kenangan paling berkesan yang masih diingatnya sampai kini yakni pernah bersua Sr. Yulia ketika sama-sama mengikuti ret-ret tahunan komunitas Ursulin se NTT di Efata Ruteng pada Agustus 2004.

Saat itu, Sr. Marita datang dari komunitas Ursulin Ende dan Sr. Yulia dari komunitas Ursulin Labuan Bajo. “Waktu Ret-ret, dia (Sr. Yulia, Red) ingin meminjam pada saya buku Ofisi  (buku doa harian) karena dia tidak sempat bawa. Hari terakhir retret, dia kelihatan seperti gelisah. Sambil berjalan di halaman Efata, tempat kami ret-ret, dia memegang sambil berdoa Rosario. Itu, 13 Agustus siang, satu hari sebelum dia meninggal. Lalu, buku Ofisi dia kembalikan, kami sempat ngobrol juga,” kenang Sr. Marita.

Tentang Sr. Yulia, meski tidak pernah bersama dalam satu komunitas, kisah kepribadiannya cukup banyak diketahui Sr. Marita. “Sr. Yulia hampir belum pernah satu komunitas dengan saya, tapi dia sering menjadi Pemimpin Komunitas Ordo Ursulin dan Pimpinan Sekolah SD dan SMP. Orangnya murah senyum, baik hati, tegas dan ramah. Dia memang mengidap sakit darah tinggi, mungkin bawaaan. Dia orangnya murah hati dan cepat tersentuh dengan keadaan orang lain yang kesulitan,” sambung Sr. Marita.

Sr. Marita selalu mengingat rekan sekomunitasnya itu sebagai sosok biarawati yang selalu ramah dan sering tersenyum. Kenangan tentang bersama bergantian Doa Ofisi dari buku yang satu kepunyaannya, ternyata menyimpan makna dan pesan khusus bagi Sr Marita. Saat ia pindah bertugas memimpin Komunitas Ordo Ursulin Ruteng pada Agustus 2018, terbersit keinginannya untuk suatu saat membantu memindahkan makam itu ke pemakaman para biarawati di Rumah Induk Ursulin di Ende. Terlebih, setiap melakukan nyekar atau berziarah, berdoa ke makam Sr. Yulia di Lawir, hatinya tergerak untuk mengusahakan supaya makamnya bisa segera dipindahkan ke Ende.

“Tahun 2020, saya juga sampaikan niat itu kepada suster pimpinan Biara Induk Ursulin di Ende, Sr. Reinilda Wuga untuk rencana pemindahan makam itu ke Ende. Saya juga mendekati pihak keluarga di Lawir. Tahun lalu, bersama Sr. Imelda, saya bertemu keluarganya secara resmi untuk menyampaikan maksud memindahkan jenazah ke Biara di Ende. Keluarga di Lawir tidak keberatan. Kami sampaikan selanjutnya akan kami kabarkan karena akan dikomunikasikan dengan pihak biara di Ende,” ucap Sr. Marita.

Pimpinan Komunitas Ordo Ursulin Ruteng, Sr. Marita Din, OSU. Dalam wawancara dengan media ini, Sr. Marita bertutur, bahwa di komunitas Ordo Ursulin Sr. Yulia dikenal sebagai seorang biarawati yang suka menolong dan memperhatikan orang lain, suka senyum dan berdisiplin. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)

Selanjutnya, Sr Marita mengatur semua persiapan untuk pemindahan jenazah. “Kami bersyukur, apa yang menjadi kerinduan untuk memindahkan jenazahnya ke Biara Induk Ursulin di Ende bisa terlaksana. Saya menjadi mengerti, kenangan terakhir saat dia ingin meminjam buku Ofisi; peristiwa itu semacam pertanda bahwa apa yang diinginkan oleh Sr. Yulia dari saya, bersama para suster lainnya memberi jalan untuk bisa memindahkan makamnya ke Ende.

Menjelang hari penggalian kembali makam Sr. Yulia di Lawir, Sr. Marita lalu memesan peti jenazah baru di Ruteng. Di tempat pemesanan peti, sang pembuat peti mengusulkan, agar peti yang dibuatnya berukuran sama (besar) agar tulangnya bisa diatur dengan baik. Namun, prediksi itu meleset, karena saat digali, jenazah Sr. Yulia masih tetap utuh.

“Sr. Yulia dulu memang mengidap sakit jantung dan darah tinggi. Dia orang baik dan juga pendoa. Doa menjadi bagian dari keseharian hidupnya. Setiap orang punya salib dalam hidup, tapi Sr. Yulia menunjukkan bagaimana salib yang dia miliki, selalu menjadikannya pribadi yang tetap bersyukur, selalu senyum dan gembira. Dia orang yang hidup selalu dengan penuh syukur. Banyak suster kami berkomentar dia orang kudus, karena 19 tahun sesudah dikuburkan, jasadnya masih utuh. Saya tidak terlalu mengenal dia dalam hidup bersama, dalam satu komunitas, tapi saya mengetahui banyak kisah hidupnya dari para suster lain,” cerita Sr. Marita.

Meski bersiplin tinggi, sebagai seorang Pimpinan Komunitas dan Kepala Sekolah, pernah mengenyam pendidikan Belanda, Sr. Yulia selalu menunjukkan sikap penuh kasih, selalu senyum dan ramah pada siapa saja. “Untuk saya pribadi, saya tidak takut sama sekali melihat jenasahnya setelah digali kembali. Dia orang suci. Sepertinya di depan mata saya, Sr. Yulia masih hidup dengan sebuah wajah yang bercerita. Saya  diajarkan untuk tidak takut dalam hidup dan bahwa hidup setelah kematian itu nyata. Saya percaya Sr. Yulia sudah bangkit bersama Tuhan. Dia sudah ada bersama Tuhan di Surga,” kata Sr. Marita.

Restu Orang Tua, Meniti Jalan Panggilan Biarawati

Benediktus Barus, 79 tahun, salah seorang saudara (kakak) kandung Sr. Yulia yang bermukim di Kampung Lawir, saat ditemui PAROKIKUMBA.ORG pekan lalu, mengisahkan, sejak kecil, bersama 9 bersaudara kandung yang lain, Sr. Yulia telah menunjukkan sikap dan pembawaan diri yang rendah hati. Dari 9 bersaudara, 4 perempuan dan 5 lelaki, Sr. Yulia merupakan anak ke 6.

“Setelah tamat dari SPG Ende, dia datang bertemu orang tua di sini untuk sampaikan kepada bapanya, Blasius Ndama. Yang saya ingat, dia bilang Bapa, saya sekarang sudah tamat sekolah SPG. Saya mau masuk biara. Bapak waktu itu langsung jawab iya dan tidak keberatan dia mau masuk biara,” kenang Benediktus.

Benediktus Barus, kakak kandung Sr. Yulia, saat ditemui di rumahnya di Kampung Lawir, Ruteng. Ia bercerita, keluarga mendukung panggilan Sr. Yulia untuk menjadi seorang biarawati setelah Sr. Yulia pulang bertemu kedua orang tua menyampaikan niatnya ingin masuk biara Ursulin di Ende. (Foto : PAROKIKUMBA.ORG)

Kedua orang tua mendukung niatnya untuk masuk ke biara. Sebagai seorang kakak, Benediktus pun mendukung pilihan hidup Sr Yulia yang bertekad mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan sebagai seorang biarawati. Setelah mendapat restu orang tua, Yulia remaja pun kembali ke Ende masuk Komunitas Biara Suster Ordo Ursulin.

“Waktu dia masuk rumah sakit di Ruteng, saya masih tinggal di Lembor. Suster masuk rumah sakit hanya satu hari lalu meninggal. Dia meninggal umur 60 tahun. Dulu waktu dia masuk biara suster, sebagai kakak saya senang. Saya bilang, Enu, saya senang sekali kamu masuk biara suster. Kami dukung niat dan pilihan hidupnya Enu,” kisah Benediktus.

Saat Sr. Yulia mengkrarkan kaul kekal, Benediktus dan keluarga besar lainnya merasa bangga dan bersyukur, karena dari keluarga besar Pupung di Manggarai hanya Sr. Yulia yang menjadi biarawati. Benediktus dan keluarga yang mengikuti acara penggalian kembali makam, masih merasa terharu dengan peristiwa ajaib itu. “Sampai sekarang kami kalau kumpul keluarga selalu cerita tentang kejadian ajaib itu,” tuturnya.

Setelah penggalian kubur itu, dari pukul 12 siang sampai 16 petang, jenazah Sr. Yulia disemayamkan di rumah mereka di Kampung Lawir, lalu dihantar menuju Biara Ordo Santa Ursula yang terletak di samping barat Gereja Santu Mikael Kumba. Keesokan harinya, Sabtu, 20 Mei 2023, jasad Sr. Yulia dihantar ke Komunitas Biara Ursulin Ende sebagai komunitas induk Biara Ursulin se-daratan Flores, untuk dimakamkan dengan hormat, di antara biarawati lainnya yang telah menyelesaikan karya kasih dan pengabdian mereka di dunia.*

Comments are closed.